Museum Affandi

Museum Affandi diresmikan oleh Fuad Hassan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ketika itu dalam sejarahnya telah pernah dikunjungi oleh Mantan Presiden Soeharto dan Mantan Perdana Menteri Malaysia Dr.

Kota Balikpapan

Kota Balikpapan adalah salah satu kota di provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 503,3 km² (? luas Jakarta) dan berpenduduk sebanyak 559.126 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010).

Pantai Pink / pink Beach

Pantai Pink atau lebih dikenal sebagai Pink Beach adalah salah satu pantai terindah di dunia. Karena warna Pasir pantainya yang berbeda dari warna pasir pantai biasanya, tak heran jika pantai ini kini menjadi primadona wisata Indonesia.

Danau Paniai Papua Barat

Danau Paniai ini memang belum dikelola dengan baik oleh pemerintah kabupaten paniai.. berbeda dengan danau sentani yang ada dikota jayapura.

Wisata kampung batu Malakasari

Kawasan seluas 50.000 m2 ini adalah lahan bekas area penambangan batu alam tradisional sampai tahun 1970, kemudian bagian-bagian cekungnya terisi air hujan sehingga membentuk danau yang memiliki panorama yang unik

Senin, 25 Februari 2013

Masjid Tua Taqwa Sidrap

 
Masjid tertua di Dusun Jerrae, Desa Allakuang, Kecamatan Maritanggae, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan yang bernama Masjid Tua Taqwa, saat ini berusia sekira 450 tahun. Selain terkenal sudah tua, masjid ini juga terbilang sangat unik karena konon kabarnya pilar dari masjid andalan Bumi Nene Mallomo ini, terbuat dari batang tanaman cabai (lombok). Ditemui di Masjid Tua Taqwa, sekretaris panitia pembangunan masjid, Paddi, mengatakan, masjid tua ini di bangun sekitar tahun 1607 oleh Syech Bojo, Lapatiroi, dan La Pagala alias Nene Mallomo dengan menggunakan kayu dari tanaman cabai sebagai pilar utama dari masjid tua ini. "Konon empat kayu pohon cabai ini di ambil di Gunung Nepo (Kecamatan Panca Lautan) dan diangkat sekaligus oleh salah seorang di antara mereka," kata Paddi, Senin (6/8/2012).

Imam Masjid Tua Taqwa H Bantong (85) mengatakan dari cerita turun-temurun, pilar utama dari masjid tua ini terbuat dari batang tanaman cabai dan hingga saat ini belum pernah direnovasi khususnya pada bagian pilar itu. "Kecuali atapnya, dulunya atap pada masjid ini terbuat dari ijuk dan sekitar tahun 2000 lalu diganti dengan atap seng," ujarnya. Sedangkan untuk lantai dan dinding masjid ini, kata Bantong, dimulai sejak tahun 2009, yang kala itu mendapat bantuan dari Pemerintah Provinsi untuk pemasangan lantai dari keramik dan sebagian dari kas masjid.

Bantong menjelaskan lebih lanjut, saat dibangun, yang mengimami masjid ini adalah Syeckh Bojo sekaligus yang menyebarkan agama Islam di kalangan penduduk saat itu dan setelah wafat diteruskan oleh Addatuang Panguriseng hingga turun-temurun. "Untuk menjadi imam di masjid tua ini harus turun-temurun," papar Batong, yang menjadi imam di masjid ini sejak tahun 1960-an. Menurut Paddi, masjid ini pernah menjadi pusat pendidikan Islam yang menelorkan sejumlah tokoh agama terkemuka seperti KH Abdu Pabbaja dan KH Yunus Maratang. Kata Paddi, dulunya masjid ini sempat tidak digunakan shalat Jumat selama 30 tahun lebih tanpa ada alasan yang jelas.

"Sejak tahun 1979 hingga tahun 2009, masjid ini tidak pernah digunakan jamaah untuk shalat Jumat dan hanya untuk shalat fardu saja," kata Paddi. Namun berkat kegigihan Bahri, salah seorang tokoh masyarakat Jerrae, masjid ini kembali ditempati shalat dan dibuka langsung oleh Kepala Kejaksaan dan Bupati Sidrap pada tahun 2009 lalu, untuk shalat Jumat. "Sekarang sudah ditempati shalat Jumat bahkan digunakan saat lebaran," tuturnya. Itu pun, kata Paddi setelah masyarakat membubuhkan tanda tangan di secarik kertas sebagai tanda persetujuan menempati masjid ini untuk shalat Jumat.

Masjid Al Markaz Al Ma’arif Bone

 
Kabupaten Bone merupakan salah satu daerah otonom di Prov.insi Sulawesi Selatan yang memiliki banyak potensi, salah satunya adalah pertambangan emas. Oleh karenanya, Bone rierkemungkinan menjadi andalan provinsi ini dalam mendorong Derekonomian daerah. Sebagai daerah kabupaten yang menjadi sorotan, baik pada tingkat provinsi maupun nasional, sudah selayaknya Bone memiliki satu ikon . ang dapat dibanggakan. Untuk itu Bone memiliki sebuah masjid megah ysng difungsikan sebagai pusat kegiatan Islam di sana. Masjid itu adalah Al- Markaz Al-Ma’rif.

Masjid yang sebelumnya dikenal aengan nama Masjid Agung Assalam ini terlihat sangat megah dengan tampilan bangunan besar dan menara yang menjulang tinggi. Menara ini merupakan menara tertinggi di .Kabupaten Bone. Sementara itu,bangunan masjid menggunakan banyak tiang yang menjadi pemisah antarjendela. Jika dilihat sekilas, badan masjid tampak seakan berkisi-kisi. Atap masjid mengadopsi dua gaya arsitektur yakni gaya khas Nusantara dengan dua lapis atap limas dan gaya Timur Tengah yang menggunakan kubah berbentuk bulat melancip di puncak atap. Kubah ini dilapisi dengan motif khas daerah Bone berwarna hijau. Di depan teras masjid terdapat halaman luas dengan beberapa pohon kelapa dan tumbuhan lainnya sebagai penghijau suasana. Teras ini sendiri dilengkapi selasar yang terletak di sisi kanan dan kiri plaza masjid. Selasar digunakan sebagai akses masuk masjid dari sisi sayap.

Memasuki ruang utama masjid akan tampak pemandangan yang megah. Tiang penyangga yang berjumlah 16 buah dilapisi warna cokelat kemerahan seperti kulit pohon muda dengan aksen emas. Dasar tiang diletakkan pada sebidang kotak seukuran hampir setinggi orang dewasa sehingga memberikan kesan megah. Di dinding bagian atas terdapat kaligrafi 99 Asma’ul Husna yang dibingkai dengan bentuk geometris bintang delapan khas elemen hias Timur Tengah. Dinding bagian depan tempat mihrab berada dilapisi keramik berwarna krem tua kombinasi hitam, terlihat padu dengan warna lantai yang abu-abu. 

Mimbar berukuran besar terbuat dari kayu jati berukir terlihat cukup mencolok di area relung mihrab. Area ini ditegaskan dengan pigura ruang lancip berlukiskan lafaz Allah Swt. tepat di tengahnya. Hingga buku ini diterbitkan, masjid masih dalam proses renovasi. Namun, dari yang terlihat sekarang, sudah dapat diterka bahwa Masjid Al-Markaz Al- Ma’rif akan menjadi masjid yang sangat megah. Tak heran jika di kemudian hari masjid ini akan menjadi landmark Bone, atau bahkan Provinsi Sulawesi Selatan.

Masjid Katangka

Masjid Al-Hilal atau lebih dikenal dengan nama Masjid Katangka adalah salah satu masjid tertua di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Dinamakan Masjid Katangka karena berlokasi di kelurahan Katangka, kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa. Selain itu, masjid ini disebut Katangka, karena bahan baku dasar dari masjid tersebut diyakini diambil dari pohon Katangka.Sebuah prasasti menginformasikan bahwa masjid ini dibangun pada tahun 1603, tetapi beberapa sejarawan meragukan informasi ini. Pendapat lain mengatakan bahwa masjid dibangun pada awal abad ke-18.

Masjid Al Hilal Katangka dulunya merupakan masjid Kerajaan Gowa. Letak masjid berada di sebelah utara kompleks makam Sultan Hasanuddin. Lokasi makam yang diyakini sebagai tempat berdirinya Istana Tamalate, istana raja Gowa ketika itu. Sebuah jalan yang dikenal sebagai Batu Palantikang, merupakan jalan yang sering dilintasi raja dan keluarga menuju masjid.Masjid Katangka didirikan diatas lahan sekitar 150 meter persegi. Masjid ini memiliki ciri khas seperi memiliki satu kubah, atap dua lapis menyerupai bangunan joglo. Bangunan ini juga memiliki empat tiang penyangga, yang berbentuk bulat dan memiliki ukuran yang besar dibagian tengah. Jendela masjid ini berjumlah enam serta memiliki lima pintu. Atap dua lapis berarti dua kalimat syahadat, empat tiang berarti empat sahabat nabi, jendela bermakna rukun iman ada enam dan lima pintu bermakna rukun Islam.

Bagian kubah dipengaruhi oleh arsitektur Jawa dan lokal, tiang dipengaruhi oleh budaya Eropa, sedangkan bagian mimbar sangat kental dengan pengaruh kebudayaan China, ini terlihat pada atap mimbar yang mirip bentuk atap klenteng. Di sekitar mimbar juga masih terpasang keramik dari Cina yang konon dibawa oleh salah satu arsiteknya yang berasal dari sana.

Ciri khas lainnya, dan ini terjadi di hampir seluruh bangunan kuno adalah pada bagian dinding yang terbuat dari batu bata itu cukup tebal, yakni mencapai 120 sentimeter (cm). Penyebab utamanya karena masjid ini juga pernah dijadikan sebagai benteng pertahanan saat Raja Gowa melawan penjajah.Masjid ini telah mengalami enam kali renovasi. Pertama pada tahun 1816, atau pada masa Raja Gowa XXX atas nama Sultan Abd Rauf. Kemudian pada 1884, yang dilakukan oleh Raja Gowa XXXII, Sultan Abd Kadir. Berturut-turut kemudian pada tahun 1963 oleh Gubernur Sulsel, tahun 1971 oleh Kanwil Dikbud Sulsel, tahun 1980, Swaka Sejarah dan Purbakala sulsel dan terakhir tahun 2007. Pada renovasi terakhir, itu dilakukan atas swadaya dari pengurus masjid dan bantuan dari masyarakat.

Masjid Al-Markaz Al-islami Maros

 
Maros adaiah kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang berbatasan langsung dengan ibukota provinsi, Makassar. Pada zaman dahulu, Maros merupakan suatu kerajaan bernama Marusu. Sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan ibukota provinsi, pertumbuhan Maros pesat karena aktivitas ekonomi dan sosial kemasyarakatannya sejalan dengan Makassar. Maros memiliki beberapa ikon, seperti objek wisata Bantimurung dan Masjid Al-Markaz Al-lslami. Masjid yang terletak tepat di depan kantor bupati tersebut merupakan kesatuan bangunan yang sangat megah. Bisa dikatakan, rumah ibadah ini menjadi pendamping kemegahan Masjid Al- Markaz Al-lslami yang terdapat di Kota Makassar.

Salah satu daya tarik dan keunikan masjid ini adalah kubahnya yang berwarna merah putih. Halaman parkir dan taman yang luas juga menjadi faktor pendukung signifikan kemegahannya. Badan bangunan masjid juga tak kalah anggun. Dengan titik sentral bangunan berupa tangga dilingkupi relung tembok besar menjulang tinggi hingga ke bagian paling atas, bangunan tampak sangat kokoh namun artistik.Menaiki tangga menuju ruang dalam masjid, pengunjung akan disambut beduk yang diklaim sebagai beduk terbesar di Sulawesi Selatan dan didatangkan khusus dari Jepara.

Bagian dalam ruang utama sangat luas dan megah karena tidak tertutup oleh lantai di atasnya yang hanya mengitari bagian sisi ruang utama. Plafon ruangan yang mengikuti bentuk kubah dengan aksen lampu gantung hias menambah keindahan ruangan. Pencahayaan ruangan juga memesona. Cahaya alami masuk melalui bukaan jendela yang terhampar di sepanjang dinding masjid. Dinding bagian depan ruang utama dilapisi marmer. Di sana terletak mihrab yang dibedakan dari bagian lainnya dengan menggunakan relung berbentuk paduan persegi panjang dan segi tiga lancip di ujungnya.

Mimbar di bagian depan pun merupakan keistimewaan masjid. Dengan bahan kayu jati berukir dari Jepara, mimbar besar ini menjadi pesona tersendiri di dalam ruangan. Adapun lantai ruangan menggunakan bahan marmer berwarna abu-abu tua hingga memberi kesan sejuk. Masjid difungsikan sebagai pusat aktivitas sosial keagamaan yang bertujuan menambah keimanan dan ketakwaan masyarakat sekitar. Di samping itu, masjid juga menjadi basis kegiatan keagamaan dan pembinaan umat yang bervisi “Beribadah sambil berilmu adalah mencari ridha Allah.

Masjid Al Muhajirin Pinrang

 
Masjid Al Muhajirin Terletak di Desa Ujung Lero, Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan, mesjid ini dianggap sakti oleh masyarakat setempat. Pasalnya, masjid bergaya arsitektur timur tengah ini bertahan 55 tahun tanpa menggunakan besi sebagai rangka bangunan. Dilansir tempo.co, Selasa (24/7) ketua Ketua pembangunan Masjid Al-Muhajirin, Andi Patarai Nuur (65) mengatakan sejak dibangun tahun 1957 masjid ini tidak menggunakan besi sebagai rangkanya, termasuk lantai dua sebagai tempat bertenggernya 25 menara.

Patarai bercerita bahwa bangunan pada masjid ini, termasuk bagian kubah yang bertengger di atas lantai dua, hanya terdiri dari susunan batu bata. Bangunan tidak menggunakan semen dan besi sebagai tulang. Batu bata itu disusun di atas bilahan bambu. Setelah kering, bambu tipis itu kemudian dilepas. “Hanya, bata yang kena najis, tidak dipasang pada bagian masjid tersebut,” kata Patarai.

Berita tentang masjid yang sakti ini sudah terdengar hingga ke pelosok Asia. Seorang arsitektur Jepang, cerita Patarai, pernah sengaja berkunjung ke masjid ini tahun 2000 silam. Arsitek tersebut tidak percaya akan kekokohan bangunan yang tidak runtuh ketika gempa besar melanda Pinrang tahun 90an. “Arsitek itu setelah melihat-lihat tidak percaya karena masjid ini berlawanan dengan teori konstruksi bangunan,”tambahnya. Bahkan, arsitek itu bertaruh bahwa Al Muhajirin akan runtuh lima tahun setelah kedatangannya. Namun, setelah lima tahun, masjid tidak runtuh bahkan bertahan hingga sekarang.

Masjid Al Muhajirin dibangun oleh K.H. Sayyed Hasan Alwi. Awalnya Masjid Muhajirin tergolong masjid yang kecil. Namun setelah K.H. Sayyed Hasan alwi kembali ke Ujung Lero, setelah 10 tahun bermukim di Madinah, ia merombak masjid tersebut dengan berukuran 50 x 40 meter di atas lokasi 1 hektare. Setelah dibangun ulang, Patarai mengaku kalau masjid tersebut bisa menampung 1.500 jamaah. “Hingga kini belum pernah dipugar,” tutupnya.

Masjid Al Markaz Al Islami

Masjid Al Markaz Al Islami terletak di Jl. Mesjid Raya, Kecamatan Bontoala, Kota Makssar, Provinsi Sulawesi Selatan. Masjid ini dibangun pada tahun 1994 dan selesai pada tahun 1996. Saat ini berkembang menjadi pusat pengembangan ibadah agama Islam terbesar dan termegah di Asia Tenggara, terletak di Jalan Masjid Raya Makassar. Bangunan Masjid tersebut, terdiri atas 3 lantai yang terbuat dari batu granit.
Masjid ini memiliki arsitektur megah dan cukup indah. Kemegahan arsitektur dari Masjid Al Markaz Al Islami mengingatkan kita kepada Masjidil Haram dan Masjid Nabawi di Haramain (Mekkah dan Madinah) yang dipadu dengan arsitektur rumah adat Bugis-Makassar. Masjid memiliki tiga lantai yang diperuntukan kantor sekretariat, aula, perpustakaan, kantor MUI Sulsel. Masjid besar ini dapat menampung sampai 10.000 jama’ah.

Masjid Raya Makassar

 
Masjid Raya Makassar merupakan sebuah masjid yang terletak di Makassar, Indonesia. Masjid ini dibangun pada tahun 1948 dan selesai pada tahun 1949. Masjid ini mengalami renovasi dari tahun 1999 hingga tahun 2005. Pertama kali dirancang oleh arsitek Muhammad Soebardjo setelah memenangi sayembara yang digelar panitia pembangunan masjid raya. Masjid ini dapat menampung hingga 10.000 jamaah.

Mesjid dua lantai di Jl. Bulusaraung ini menggunakan bahan bangunan sekitar 80 persen dari bahan baku lokal, memiliki dua menara setinggi 66,66 meter, daya tampung 10.000 jamaah dan fasilitas berupa perpustakaan, kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan.Masjid Raya Makassar, dibangun di atas lahan lapangan sepakbola Exelsior Makassar seluas 13.912 meter persegi yang dihibahkan untuk pembangunan masjid tersebut. Bangunan awal Masjid Raya Makassar dirancang oleh M Soebardjo dan dibangun pada tanggal 25 Mei 1949. Dana awal pembangunan masjid hanya Rp. 60.000 (enam puluh ribu rupiah) yang diprakarsai K H Ahmad Bone, seorang ulama asal Kabupaten Bone tahun 1947 dengan menunjuk ketua panitia KH Muchtar Lutfi, dua tahun kemudian diresmikan dengan menghabiskan biaya Rp1,2 juta rupiah pada tahun 1949.

Masjid raya kebanggaan muslim Makassar ini menjadi tempat dilaksanakannya untuk pertama kali perhelatan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) pada tahun pada 1955 silam. Presiden pertama RI, Ir. Soekarno pernah singgah dan melaksanakan sholat Jumat di masjid ini di tahun 1957. Sedangkan mantan Presiden Soeharto juga berkunjung dan sholat Jumat di masjid perjuangan ini pada tahun 1967.

Masjid Raya Makassar dirombak total dari bentuk aslinya pada Februari 1999. Saat itu, Ketika Jusuf Kalla melontarkan ide perombakan besar-besaran masjid tersebut, muncul reaksi dengan tudingan sebagai kapitalis murni, dengan tuduhan akan mendirikan plaza di atas lokasi bekas bangunan masjid itu. Namun, seiring dengan perkembangan dan kemajuan pembangunan masjid sejak peletakan batu pertama oleh Gubernur HZB Palaguna 9 Oktober 1999, maka Jusuf Kalla sebagai pebisnis membuktikan tekadnya untuk memperbarui bangunan dan model masjid tersebut.