Tampilkan postingan dengan label Irian Jaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Irian Jaya. Tampilkan semua postingan
Rabu, 16 November 2011
Kota Merauke
Kabupaten Merauke adalah salah satu kabupaten di Provinsi Papua, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Merauke. Kabupaten ini adalah kabupaten terluas sekaligus paling timur di Indonesia. Di kabupaten ini terdapat suku Marind Anim.
Untuk menuju ke Kota Merauke (Kota Rusa) bisa ditempuh dengan menggunakan kapal laut (Kapal Pelni) dan juga melalui transportasi udara yang hanya dilayani oleh maskapai penerbangan swasta, yaitu Merpati Nusantara Airlines (MNA) dan Batavia Air.
Kota Merauke terkenal dengan sebutan Kota Rusa dikarenakan dahulu hewan jenis ini banyak sekali ditemukan di kota ini selain binatang-binatang asli Papua lainnya, seperti kangguru merah, burung pelikan dan sebagainya.Dilihat dari kondisi geografi, sejarah, ekonomi dan budaya, Kota Merauke memiliki beberapa keistimewaan dibandingkan dengan kota-kota lainnya di Pulau Papua. Secara geografi, kota Merauke adalah salah satu kota paling timur di Indonesia, sekaligus berbatasan dengan Negara (Papua New Guinea).
Di kota Merauke terdapat sebuah tugu yang merupakan kembaran dari tugu yang terdapat di Sabang, yaitu Tugu Sabang-Merauke. Tugu ini dibangun sebagai simbol Kesatuan Negara Republik Indonesia dari Sabang (Nanggroe Aceh Darussalam) sampai Merauke (Papua). Tugu Sabang-Merauke ini bisa kita jumpai di Distrik Sota, yaitu sebuah daerah yang terletak di sebelah timur kota Merauke. Untuk menuju ke Sota kita bisa menggunakan kendaraan roda empat.
Dari latar belakang sejarah, kota Merauke memiliki keunikan tersendiri. Nama kota ini diambil dari nama sebuah sungai yang melintasi daerah Papua Bagian Selatan, yaitu sungai Maro. Nama kota Merauke terjadi karena kesalahpahaman bahasa antara pendatang (orang-orang Belanda) dan suku Marind (penduduk asli Kabupaten Merauke). Orang-orang Belanda yang melintasi sungai Maro menggunakan kapal uap, menarik perhatian suku Marind. Disinilah terjadi komunikasi antara orang Belanda yang mengira orang Marind bisa menggunakan bahasa Melayu.
Perekonomian di kota Merauke termasuk berkembang. Kapal-kapal yang memuat kebutuhan pokok penduduk Kabupaten Merauke berdatangan dari Pulau Jawa, namun untuk kembali ke Pulau jawa kapal-kapal ini tidak memuat barang muatan. Terjadi juga transaksi dagang antara penduduk Merauke dengan penduduk Negara tetangga PNG yang datang ke daerah kabupaten Merauke (Pelintas Batas) khusus untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Masalah Flu Burung yang sering terdengar di media masa Indonesia seperti tidak terlihat di Pulau Papua khususnya di kota terujung sebelah timur Indonesia ini. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh kurangnya akses transportasi ke daerah terujung timur Indonesia ini.
Kota Biak Numfor
Biak Numfor adalah sebuah Kabupaten yang terletak di Provinsi Papua .Ibu kota kabupaten ini terletak di Biak. Wilayah otonom yang kini disebut sebagai Kabupaten Supiori pernah menjadi bagian dari kabupaten ini. Dengan luas wilayah sebesar 21.672 km2 serta jumlah Kampung 181 dan kelurahan 14 di 19 Distrik (kecamatan). Sementara untuk jumlah penduduk sebanyak 142.672 jiwa (sensus 2007), dengan letak posisi 134° 47 Bujur Timur dan 0° 55 - 1ยบ 27 , lintang Selatan.
Kabupaten Biak Numfor terdiri dari 2 (dua) pulau kecil, yaitu Pulau Biak dan Pulau Numfor serta lebih dari 42 pulau sangat kecil, termasuk Kepulauan Padaido yang menjadi primadona pengembangan kegiatan dari berbagai pihak. Luas keseluruhan Kabupaten Biak Numfor adalah 5,11% dari luas wilayah provinsi Papua.Kabupaten ini merupakan gugusan pulau yang berada di sebelah utara daratan Papua dan berseberangan langsung dengan Samudera Pasifik. Posisi ini menjadikan Kabupaten Biak Numfor sebagai salah satu tempat yang strategis dan penting untuk berhubungan dengan dunia luar terutama negara-negara di kawasan Pasifik, Australia atau Filipina. Letak geografis ini memberikan kenyataan bahwa posisinya sangat strategis untuk membangun kawasan industri, termasuk industri pariwisata.
Pada waktu pemerintah Belanda berkuasa di daerah Papua hingga awal tahun 1960-an nama yang dipakai untuk menamakan Kepulauan Biak-Numfor adalah Schouten Eilanden, menurut nama orang Eropa pertama berkebangsaan Belanda, yang mengunjungi daerah ini pada awal abad ke 17. Nama-nama lain yang sering dijumpai dalam laporan-laporan tua untuk penduduk dan daerah kepuluan ini adalah Numfor atau Wiak. Fonem w pada kata wiak sebenarnya berasal dari fonem v yang kemudian berubah menjadi b sehingga muncullah kata biak seperti yang digunakan sekarang. Dua nama terakhir itulah kemudian digabungkan menjadi satu nama yaitu Biak-Numfor, dengan tanda garis mendatar di antara dua kata itu sebagai tanda penghubung antara dua kata tersebut, yang dipakai secara resmi untuk menamakan daerah dan penduduk yang mendiami pulau-pulau yang terletak di sebelah utara Teluk Cenderawasih itu. Dalam percakapan sehari-hari orang hanya menggunakan nama Biak saja yang mengandung pengertian yang sama juga dengan yang disebutkan di atas.
Tentang asal-usul nama serta arti kata tersebut ada beberapa pendapat. Pertama ialah bahwa nama Biak yang berasal dari kata v`iak itu yang pada mulanya merupakan suatu kata yang dipakai untuk menamakan penduduk yang bertempat tinggal di daerah pedalaman pulau-pulau tersebut. Kata tersebut mengandung pengertian orang-orang yang tinggal di dalam hutan`,`orang-orang yang tidak pandai kelautan`, seperti misalnya tidak cakap menangkap ikan di laut, tidak pandai berlayar di laut dan menyeberangi lautan yang luas dan lain-lain. Nama tersebut diberikan oleh penduduk pesisir pulau-pulau itu yang memang mempunyai kemahiran tinggi dalam hal-hal kelautan. Sungguhpun nama tersebut pada mulanya mengandung pengertian menghina golongan penduduk tertentu, nama itulah kemudian diterima dan dipakai sebagai nama resmi untuk penduduk dan daerah tersebut.
Pendapat lain, berasal dari keterangan ceritera lisan rakyat berupa mite, yang menceritakan bahwa nama itu berasal dari warga klen Burdam yang meninggalkan Pulau Biak akibat pertengkaran mereka dengan warga klen Mandowen. Menurut mite itu, warga klen Burdam memutuskan berangkat meninggalkan Pulau Warmambo (nama asli Pulau Biak) untuk menetap di suatu tempat yang letaknya jauh sehingga Pulau Warmambo hilang dari pandangan mata. Demikianlah mereka berangkat, tetapi setiap kali mereka menoleh ke belakang mereka melihat Pulau Warmambo nampak di atas permukaan laut. Keadaan ini menyebabkan mereka berkata, v`iak wer`, atau `v`iak`, artinya ia muncul lagi. Kata v`iak inilah yang kemudian dipakai oleh mereka yang pergi untuk menamakan Pulau Warmambo dan hingga sekarang nama itulah yang tetap dipakai.
Tentang asal-usul nama serta arti kata tersebut ada beberapa pendapat. Pertama ialah bahwa nama Biak yang berasal dari kata v`iak itu yang pada mulanya merupakan suatu kata yang dipakai untuk menamakan penduduk yang bertempat tinggal di daerah pedalaman pulau-pulau tersebut. Kata tersebut mengandung pengertian orang-orang yang tinggal di dalam hutan`,`orang-orang yang tidak pandai kelautan`, seperti misalnya tidak cakap menangkap ikan di laut, tidak pandai berlayar di laut dan menyeberangi lautan yang luas dan lain-lain. Nama tersebut diberikan oleh penduduk pesisir pulau-pulau itu yang memang mempunyai kemahiran tinggi dalam hal-hal kelautan. Sungguhpun nama tersebut pada mulanya mengandung pengertian menghina golongan penduduk tertentu, nama itulah kemudian diterima dan dipakai sebagai nama resmi untuk penduduk dan daerah tersebut.
Pendapat lain, berasal dari keterangan ceritera lisan rakyat berupa mite, yang menceritakan bahwa nama itu berasal dari warga klen Burdam yang meninggalkan Pulau Biak akibat pertengkaran mereka dengan warga klen Mandowen. Menurut mite itu, warga klen Burdam memutuskan berangkat meninggalkan Pulau Warmambo (nama asli Pulau Biak) untuk menetap di suatu tempat yang letaknya jauh sehingga Pulau Warmambo hilang dari pandangan mata. Demikianlah mereka berangkat, tetapi setiap kali mereka menoleh ke belakang mereka melihat Pulau Warmambo nampak di atas permukaan laut. Keadaan ini menyebabkan mereka berkata, v`iak wer`, atau `v`iak`, artinya ia muncul lagi. Kata v`iak inilah yang kemudian dipakai oleh mereka yang pergi untuk menamakan Pulau Warmambo dan hingga sekarang nama itulah yang tetap dipakai.
Selasa, 15 November 2011
Kepulauan Ambai dan Pulau Miosindi
Objek Wisata bahari yang ada diapapua adalah salah satunya berada di di Kepulauan Ambai dan Pulau Miosindi. Objek wisata yang ada ditempat ini adalah wisata alam berupa pantai dan hutan yang ada disekitar pulau. Namun objek tujuan wisata utamanya adalah menyelam disekitar pulau. Selain itu kita bisa melihat banyak terumbu karang, ikan hias dan keindahan bawah laut. Keistimewaan dari wisata bahari adalah ekosistem tumbuhan asli, yaitu akar bahar (black coral), karang kipas (gorgoniam fan) dan beberapa jenis karang yang memiliki keindahan yang menakjubkan.Kepulauan Ambai dan Pulau Miosindi terkenal akan keasrian dan kealamianya yang belum terjamah oleh dunia luar sehingga berwisata dipulau ini terasa sangat istimewa.
Kepulauan Ambai bisa dicapai melaui jalur laut dengan kapal penumpang maupun kapal sewaan. Kapal-kapal kayu ini berangkat dari Pelabuhan Kota Serui. Kapal penumpang berangkat setiap pagi dengan biaya Rp. 100.000. Kapal sewaan biasanya cukup untuk 12 orang dan dapat disewa mulai dari Rp. 2.700.000/hari. Pastikan berangkat cukup pagi, sebisa mungkin sebelum jam 6, agar cukup waktu untuk menjelajahnya.
Langganan:
Postingan (Atom)
