Masjid tertua di Dusun Jerrae, Desa Allakuang, Kecamatan Maritanggae, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan yang bernama Masjid Tua Taqwa, saat ini berusia sekira 450 tahun. Selain terkenal sudah tua, masjid ini juga terbilang sangat unik karena konon kabarnya pilar dari masjid andalan Bumi Nene Mallomo ini, terbuat dari batang tanaman cabai (lombok). Ditemui di Masjid Tua Taqwa, sekretaris panitia pembangunan masjid, Paddi, mengatakan, masjid tua ini di bangun sekitar tahun 1607 oleh Syech Bojo, Lapatiroi, dan La Pagala alias Nene Mallomo dengan menggunakan kayu dari tanaman cabai sebagai pilar utama dari masjid tua ini. "Konon empat kayu pohon cabai ini di ambil di Gunung Nepo (Kecamatan Panca Lautan) dan diangkat sekaligus oleh salah seorang di antara mereka," kata Paddi, Senin (6/8/2012).
Imam Masjid Tua Taqwa H Bantong (85) mengatakan dari cerita turun-temurun, pilar utama dari masjid tua ini terbuat dari batang tanaman cabai dan hingga saat ini belum pernah direnovasi khususnya pada bagian pilar itu. "Kecuali atapnya, dulunya atap pada masjid ini terbuat dari ijuk dan sekitar tahun 2000 lalu diganti dengan atap seng," ujarnya. Sedangkan untuk lantai dan dinding masjid ini, kata Bantong, dimulai sejak tahun 2009, yang kala itu mendapat bantuan dari Pemerintah Provinsi untuk pemasangan lantai dari keramik dan sebagian dari kas masjid.
Bantong menjelaskan lebih lanjut, saat dibangun, yang mengimami masjid ini adalah Syeckh Bojo sekaligus yang menyebarkan agama Islam di kalangan penduduk saat itu dan setelah wafat diteruskan oleh Addatuang Panguriseng hingga turun-temurun. "Untuk menjadi imam di masjid tua ini harus turun-temurun," papar Batong, yang menjadi imam di masjid ini sejak tahun 1960-an. Menurut Paddi, masjid ini pernah menjadi pusat pendidikan Islam yang menelorkan sejumlah tokoh agama terkemuka seperti KH Abdu Pabbaja dan KH Yunus Maratang. Kata Paddi, dulunya masjid ini sempat tidak digunakan shalat Jumat selama 30 tahun lebih tanpa ada alasan yang jelas.
Imam Masjid Tua Taqwa H Bantong (85) mengatakan dari cerita turun-temurun, pilar utama dari masjid tua ini terbuat dari batang tanaman cabai dan hingga saat ini belum pernah direnovasi khususnya pada bagian pilar itu. "Kecuali atapnya, dulunya atap pada masjid ini terbuat dari ijuk dan sekitar tahun 2000 lalu diganti dengan atap seng," ujarnya. Sedangkan untuk lantai dan dinding masjid ini, kata Bantong, dimulai sejak tahun 2009, yang kala itu mendapat bantuan dari Pemerintah Provinsi untuk pemasangan lantai dari keramik dan sebagian dari kas masjid.
Bantong menjelaskan lebih lanjut, saat dibangun, yang mengimami masjid ini adalah Syeckh Bojo sekaligus yang menyebarkan agama Islam di kalangan penduduk saat itu dan setelah wafat diteruskan oleh Addatuang Panguriseng hingga turun-temurun. "Untuk menjadi imam di masjid tua ini harus turun-temurun," papar Batong, yang menjadi imam di masjid ini sejak tahun 1960-an. Menurut Paddi, masjid ini pernah menjadi pusat pendidikan Islam yang menelorkan sejumlah tokoh agama terkemuka seperti KH Abdu Pabbaja dan KH Yunus Maratang. Kata Paddi, dulunya masjid ini sempat tidak digunakan shalat Jumat selama 30 tahun lebih tanpa ada alasan yang jelas.
"Sejak tahun 1979 hingga tahun 2009, masjid ini tidak pernah digunakan jamaah untuk shalat Jumat dan hanya untuk shalat fardu saja," kata Paddi. Namun berkat kegigihan Bahri, salah seorang tokoh masyarakat Jerrae, masjid ini kembali ditempati shalat dan dibuka langsung oleh Kepala Kejaksaan dan Bupati Sidrap pada tahun 2009 lalu, untuk shalat Jumat. "Sekarang sudah ditempati shalat Jumat bahkan digunakan saat lebaran," tuturnya. Itu pun, kata Paddi setelah masyarakat membubuhkan tanda tangan di secarik kertas sebagai tanda persetujuan menempati masjid ini untuk shalat Jumat.
wow keren... aq kok ga pernah liat ya.padahal sering lewat di allekuang, tepatnya dimana neh?
BalasHapus