Masjid Jami' Tuhfaturroghibin atau lebih populer dengan nama Masjid Kanas adalah sebuah masjid bersejarah yang berlokasi di kawasan Alalak Tengah, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Masjid menjadi khas karena terdapat hiasan buah nenas. Lantaran berarsitektur Timur Tengah campur Banjar, sekilas masjid ini mirip Masjid Jami Sungai Jingah. Masjid ini menjadi simbol kebanggaan warga Alalak, warga yang dikenal asli Banjar.Masjid ini dibangun pada 11 Muharram 1357 Hijriyah, sejarah salah satu masjid kuno ini tak lepas dari jasa seorang ulama Alalak, H. Marwan bin H.M. Amin. H. Marwan dikenal sebagai ulama sufi dan konon merupakan keturunan ke-4 Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari atau Datuk Kelampayan. Atas jasa H. Marwan, konon masjid yang hingga sekarang masih mempertahankan keaslian empat soko gurunya tersebut berdiri kokoh.
Awalnya, masjid ini tidak berlokasi di Alalak Tengah. Dulu, sebelum dibangun, Masjid Kanas sempat didirikan di Desa Tatah Masjid, Alalak, Barito Kuala. Dari sinilah nama Masjid Kanas diabadikan. Karena jumlah jamaah terus bertambah dan akses menuju kampung dianggap sulit, akhirnya seluruh tokoh dan masyarakat Alalak, kala itu, menyekapati memindahkan masjid dari desa Tatah Masjid ke Alalak Tengah. Lokasi yang dipilih tepat di berada pertigaan arus sungai, arah Marabahan, Kapuas dan Muara Kuin (Barito). Di atas eks kuburan muslim dan waqaf, Masjid Kanas dibangun gotong royong. "Saat itu, laki-laki dan perempuan turun semua," ujar Abdul Malik Marwan, seorang ulama dan tokoh masyarakat Alalak. Diceritakan, saat pemancangan tiang utama masjid inilah yang membikin decak kagum warga Alalak. Pasalnya, kayu ulin yang begitu besar dan panjang bisa didirikan hanya dengan dua bilah bambu. Teknologi yang digunakan masih sederhana.
Untuk mendapatkan kayu ulin, panitia mencarinya di hutan pedalaman Kalimantan dan diangkut sampan. Karena letak masjid berada di daratan, maka untuk memudahkan pengangkutan, warga membuat sungai kerokan, sebagai landasan mengangkut kayu besar itu. Alhasil, di Saka Dengen (sebutan warga untuk anak sungai) perbatasan RT 14 dan 15, Kelurahan Alalak Tengah, dibuat terusan menuju masjid. Dengan sungai kecil itu, kayu ulinnya bisa diangkat ke darat dan langsung didirikan. Saat pendirian kayu ulin, hampir semalam suntuk H. Marwan melakukan "tawaf", berkeliling masjid. Dengan ritual khusus, dan dibantu alat takal dan bambu, ulin sebagai soko guru pun bisa didirikan tegak. Dan proses pembangunan masjid pun dimulai.
Awalnya, masjid ini tidak berkubah bulat. Bentuknya limas lancip. Setelah ada perubahan desain, akhirnya bentuk Masjid Kanas diidentikkan Masjid Jami Sungai Jingah. Pada pemanfaatan pertamanya berlangsung sederhana. Lantai masjid diambil dari pasir di Pulau Kembang yang dipadatkan dan diberi tikar lampit rumbia. Sejak berdiri, Masjid Kanas sudah berganti 11 kaum (penjaga masjid) dan badan pengelola. Di saat masjid dikelola K.H. Jahri Simin dan Abdul Malik Marwan, rehabilitas dan renovasi terus digenjot. Dan, atas bantuan pengusaha Alalak yang sukses di Surabaya, bahan material bangunannya tak pernah putus.
Seriring itu, bagian bangunan banyak berubah. Meski begitu, mimbar berukir, tiang utama dan simbol Kanas tetap dipertahankan. Ini dilakukan agar kekhasan masjid tetap terjaga. Dan, perubahan nama Masjid Kanas menjadi Masjid Jami Tuhfaturroghibin adalah mengutip nama kitab karangan Datuk Kalampayan sekitar awal tahun 1980-an. Masjid Kanas terbilang unik. Kubahnya dibuat bulat dan terlihat berundak-undak. Tiang utama terbuat dari kayu ulin berdiameter 40 x 40 meter.
Bila ditilik dari sejarahnya peletakan Buah Kanas di puncak Masjid (songkol) belum ada. Pada masa itu dipuncaknya dipasang Bintang Bulan. Namun karena suatu hal (ditiup angin kencang), songkol masjid tersebut patah dan jatuh. Sehingga sebagai gantinya dipasanglah Tajau Belanga sumbangan dari H. Jumain yang dipasang terbalik. Setelah itu, ternyata dinilai tidak artistik, sehingga akhirnya disepakati dibuat daun Nenas yang terbuat dari seng tebal dan dipasang menyerupai daun Nanas (Buah Kanas).
Dari sinilah nama Masjid Kanas diabadikan. Dipilihnya nama buah Nanas pun tidak lepas dari jasa para pendiri dan masyarakat setempat kala itu. Karena songkol dengan simbol Buah Kanas memiliki filosofis yang mendalam, yaitu agar orang yang masuk ke masjid ini hatinya bisa bersih, sebersih nenas menyapu karat. Kanas diambil dari bahasa Arab yang artinya “pembersih”. Di masa pendudukan Jepang, Masjid Kanas konon termasuk tertua keempat, setelah Masjid Sultan Suriansyah, Masjid Agung Al-Karomah Martapura dan Masjid Jami Sei Jingah. Pada awalnya, kubah masjid tidak berbentuk bundaran. Bentuknya limas lancip (tahun 1934). Setelah diadakan perubahan desain pada tahun 1972, akhirnya bentuk Masjid Kanas diidentikkan dengan Masjid Jami Sungai Jingah. Hal tersebut dilakuan (perubahan terakhir) pada tahun 1980 hingga sekarang.
Masjid ini telah beberapa kali mengalami perbaikan dan rehabilitasi. Termasuk lokasi yang semula di tepi pantai kemudian diundur agak ke belakang hingga ke lokasi sekarang. Demikian pula pengurus masjid, telah beberapa kali mengalami pergantian. Nama "Tuhfaturroghibin" pun sebagai nama resmi masjid ini diambil dari judul sebuah buku karangan ulama besar Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, usulan dari KH. Muhammad Jahri Simin. Pemberian nama ini, dilakukan pada masa kepengurusan Guru H. Abdul Malik Marwan (Tahun 1980). Nama ini dipilih, setelah diberikan beberapa alternatif nama yang diusulkan. Penentuan dan pemilihan nama dilakukan secara musyawarah mufakat.
Pada saat itu, kemudian dilakukan pemilihan kepengurusan yang baru. Akhirnya atas kesepakatan telah dipilih dan ditetapkan Al Muqarram KH. Muhammad Jahri Simin sebagai Ketua Umum hingga sekarang. Atas usaha keras beliau dan pengurus lainnya serta dukungan masyarakat, akhirnya Masjid ini mampu direnovasi dan dipercantik dengan dibangunannya sebuah Menara terletak di posisi sebelah kanan (tahun 1996) dan dua buah Gapura (Pintu Gerbang) pada tahun 2007. Sebuah kebakaran melanda pemukiman penduduk di kawasan Alalak Tengah yang berdekatan dengan Masjid Kanas pada tanggal 4 Oktober 2007 yang menghanguskan puluhan rumah penduduk dan nyaris menghanguskan Masjid Kanas. Untungnya Masjid Kanas hanya mengalami kerusakan yang cukup ringan.
Awalnya, masjid ini tidak berlokasi di Alalak Tengah. Dulu, sebelum dibangun, Masjid Kanas sempat didirikan di Desa Tatah Masjid, Alalak, Barito Kuala. Dari sinilah nama Masjid Kanas diabadikan. Karena jumlah jamaah terus bertambah dan akses menuju kampung dianggap sulit, akhirnya seluruh tokoh dan masyarakat Alalak, kala itu, menyekapati memindahkan masjid dari desa Tatah Masjid ke Alalak Tengah. Lokasi yang dipilih tepat di berada pertigaan arus sungai, arah Marabahan, Kapuas dan Muara Kuin (Barito). Di atas eks kuburan muslim dan waqaf, Masjid Kanas dibangun gotong royong. "Saat itu, laki-laki dan perempuan turun semua," ujar Abdul Malik Marwan, seorang ulama dan tokoh masyarakat Alalak. Diceritakan, saat pemancangan tiang utama masjid inilah yang membikin decak kagum warga Alalak. Pasalnya, kayu ulin yang begitu besar dan panjang bisa didirikan hanya dengan dua bilah bambu. Teknologi yang digunakan masih sederhana.
Untuk mendapatkan kayu ulin, panitia mencarinya di hutan pedalaman Kalimantan dan diangkut sampan. Karena letak masjid berada di daratan, maka untuk memudahkan pengangkutan, warga membuat sungai kerokan, sebagai landasan mengangkut kayu besar itu. Alhasil, di Saka Dengen (sebutan warga untuk anak sungai) perbatasan RT 14 dan 15, Kelurahan Alalak Tengah, dibuat terusan menuju masjid. Dengan sungai kecil itu, kayu ulinnya bisa diangkat ke darat dan langsung didirikan. Saat pendirian kayu ulin, hampir semalam suntuk H. Marwan melakukan "tawaf", berkeliling masjid. Dengan ritual khusus, dan dibantu alat takal dan bambu, ulin sebagai soko guru pun bisa didirikan tegak. Dan proses pembangunan masjid pun dimulai.
Awalnya, masjid ini tidak berkubah bulat. Bentuknya limas lancip. Setelah ada perubahan desain, akhirnya bentuk Masjid Kanas diidentikkan Masjid Jami Sungai Jingah. Pada pemanfaatan pertamanya berlangsung sederhana. Lantai masjid diambil dari pasir di Pulau Kembang yang dipadatkan dan diberi tikar lampit rumbia. Sejak berdiri, Masjid Kanas sudah berganti 11 kaum (penjaga masjid) dan badan pengelola. Di saat masjid dikelola K.H. Jahri Simin dan Abdul Malik Marwan, rehabilitas dan renovasi terus digenjot. Dan, atas bantuan pengusaha Alalak yang sukses di Surabaya, bahan material bangunannya tak pernah putus.
Seriring itu, bagian bangunan banyak berubah. Meski begitu, mimbar berukir, tiang utama dan simbol Kanas tetap dipertahankan. Ini dilakukan agar kekhasan masjid tetap terjaga. Dan, perubahan nama Masjid Kanas menjadi Masjid Jami Tuhfaturroghibin adalah mengutip nama kitab karangan Datuk Kalampayan sekitar awal tahun 1980-an. Masjid Kanas terbilang unik. Kubahnya dibuat bulat dan terlihat berundak-undak. Tiang utama terbuat dari kayu ulin berdiameter 40 x 40 meter.
Bila ditilik dari sejarahnya peletakan Buah Kanas di puncak Masjid (songkol) belum ada. Pada masa itu dipuncaknya dipasang Bintang Bulan. Namun karena suatu hal (ditiup angin kencang), songkol masjid tersebut patah dan jatuh. Sehingga sebagai gantinya dipasanglah Tajau Belanga sumbangan dari H. Jumain yang dipasang terbalik. Setelah itu, ternyata dinilai tidak artistik, sehingga akhirnya disepakati dibuat daun Nenas yang terbuat dari seng tebal dan dipasang menyerupai daun Nanas (Buah Kanas).
Dari sinilah nama Masjid Kanas diabadikan. Dipilihnya nama buah Nanas pun tidak lepas dari jasa para pendiri dan masyarakat setempat kala itu. Karena songkol dengan simbol Buah Kanas memiliki filosofis yang mendalam, yaitu agar orang yang masuk ke masjid ini hatinya bisa bersih, sebersih nenas menyapu karat. Kanas diambil dari bahasa Arab yang artinya “pembersih”. Di masa pendudukan Jepang, Masjid Kanas konon termasuk tertua keempat, setelah Masjid Sultan Suriansyah, Masjid Agung Al-Karomah Martapura dan Masjid Jami Sei Jingah. Pada awalnya, kubah masjid tidak berbentuk bundaran. Bentuknya limas lancip (tahun 1934). Setelah diadakan perubahan desain pada tahun 1972, akhirnya bentuk Masjid Kanas diidentikkan dengan Masjid Jami Sungai Jingah. Hal tersebut dilakuan (perubahan terakhir) pada tahun 1980 hingga sekarang.
Masjid ini telah beberapa kali mengalami perbaikan dan rehabilitasi. Termasuk lokasi yang semula di tepi pantai kemudian diundur agak ke belakang hingga ke lokasi sekarang. Demikian pula pengurus masjid, telah beberapa kali mengalami pergantian. Nama "Tuhfaturroghibin" pun sebagai nama resmi masjid ini diambil dari judul sebuah buku karangan ulama besar Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, usulan dari KH. Muhammad Jahri Simin. Pemberian nama ini, dilakukan pada masa kepengurusan Guru H. Abdul Malik Marwan (Tahun 1980). Nama ini dipilih, setelah diberikan beberapa alternatif nama yang diusulkan. Penentuan dan pemilihan nama dilakukan secara musyawarah mufakat.
Pada saat itu, kemudian dilakukan pemilihan kepengurusan yang baru. Akhirnya atas kesepakatan telah dipilih dan ditetapkan Al Muqarram KH. Muhammad Jahri Simin sebagai Ketua Umum hingga sekarang. Atas usaha keras beliau dan pengurus lainnya serta dukungan masyarakat, akhirnya Masjid ini mampu direnovasi dan dipercantik dengan dibangunannya sebuah Menara terletak di posisi sebelah kanan (tahun 1996) dan dua buah Gapura (Pintu Gerbang) pada tahun 2007. Sebuah kebakaran melanda pemukiman penduduk di kawasan Alalak Tengah yang berdekatan dengan Masjid Kanas pada tanggal 4 Oktober 2007 yang menghanguskan puluhan rumah penduduk dan nyaris menghanguskan Masjid Kanas. Untungnya Masjid Kanas hanya mengalami kerusakan yang cukup ringan.
0 komentar:
Posting Komentar