Selasa, 13 Desember 2011

Kota Pariaman



















Kota Pariaman adalah sebuah kota yang terletak di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota ini berjarak sekitar 56 km dari kota Padang atau 25 km dari Bandara Internasional Minangkabau.Menurut laporan Tomé Pires dalam Suma Oriental yang ditulis antara tahun 1513 and 1515[3], kota Pariaman ini merupakan bagian dari kawasan rantau Minangkabau. Dan kawasan ini telah menjadi salah satu kota pelabuhan penting di pantai barat Sumatera. Pedagang-pedagang India dan Eropa datang dan berdagang emas, lada dan berbagai hasil perkebunan dari pedalaman Minangkabau lainnya. Namun pada awal abad ke-17, kawasan ini telah berada dalam kedaulatan kesultanan Aceh.

Seiring dengan kedatangan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada tahun 1663 yang kemudian mendirikan kantor dagang di kota Padang[5] yang kemudian pada tahun 1668 berhasil mengusir pengaruh kesultanan Aceh di sepanjang pesisir pantai barat Sumatera, mulai dari Barus sampai ke Kotawan(?)[6]. Dan kemudian pemerintah Hindia-Belanda memusatkan aktivitasnya di kota Padang, dan membangun jalur rel kereta api antara kota Padang dengan kota Pariaman, sehingga lambat laun pelabuhan Pariaman pun mulai kehilangan pamornya. Kota Pariaman merupakan hamparan dataran rendah yang landai terletak di pantai barat Sumatera dengan ketinggian antara 2 sampai dengan 35 meter diatas permukaan laut dengan luas daratan 73,36 km² dengan panjang pantai ± 12,7 km serta luas perairan laut 282,69 km² dengan 6 buah pulau-pulau kecil diantaranya Pulau Bando, Pulau Gosong, Pulau Ujung, Pulau Tangah, Pulau Angso dan Pulau Kasiak.

Kota Pariaman merupakan daerah yang beriklim tropis basah yang sangat dipengaruhi oleh angin barat dan memiliki bulan kering yang sangat pendek. Curah hujan pertahun mencapai angka sekitar 4.055 mm (2006) dengan lama hari hujan 198 hari. Suhu rata-rata 25,34 °C dengan kelembaban udara rata-rata 85,25 dan kecepatan angin rata-rata 1,80 km/jam. Kota Pariaman resmi berdiri sebagai kota otonom pada tanggal 2 Juli 2002 berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2002 tentang pembentukan kota Pariaman di provinsi Sumatera Barat[8]. Sebelumnya kota ini masih berstatus kota administratif dan menjadi bagian dari kabupaten Padang Pariaman berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 33 Tahun 1986 yang diresmikan tanggal 29 Oktober 1987 oleh Mendagri Soepardjo Rustam dengan Walikota pertamanya Drs. Adlis Legan.
Kota Pariaman jumlah penduduknya hampir secara keseluruhan didominasi oleh etnis Minangkabau, dengan rasio jenis kelamin 93.26, sedangkan jumlah angkatan kerja 27.605 orang dengan jumlah pengangguran 2.970 orang. 
Dan pada kecamatan Pariaman Tengah menjadi kawasan yang paling padat jumlah penduduknya. Sebelumnya pelabuhan di kota Pariaman pernah menjadi pusat perdagangan di pantai barat pulau Sumatera, namun seiring dengan menguatnya kekuasaan pemerintahan kolonialis Hindia-Belanda, lambat laun peranan pelabuhan kota ini menurun digantikan oleh pelabuhan Muara dan pelabuhan Teluk Bayur yang terletak di kota Padang[14]. Sampai saat ini pelabuhan laut di kota ini masih belum berfungsi sebagai sarana angkutan penumpang dan barang, dan hanya digunakan untuk tempat berlabuh kapal-kapal nelayan setempat.

Pembangunan jalan merupakan aspek penting dalam menunjang sektor ekonomi dan sosial sehingga dapat mengakomodasi keterhubungan lokasi atau ruang fisik dimana kegiatan penduduk berada. Sampai tahun 2007 pemerintah kota Pariaman telah melakukan peningkatan jalan sepanjang 78.30 km. Selanjutnya sebagai sarana transportasi untuk angkutan dalam kota dan sekitarnya, terdapat mikrolet dan bendi (kereta kuda). Sedangkan untuk antar daerah dalam provinsi digunakan bis. Dan sebagai pusat dari sarana angkutan darat di kota ini adalah pada Terminal Jati[15].

Selain itu kota ini juga memiliki sarana transportasi kereta api yang menghubungkan kota ini dengan kota Padang.Sektor perdagangan merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling banyak di kota Pariaman, yang kemudian disusul oleh sektor jasa, dimana pada kota ini terdapat 3 buah pasar tradisional. Sektor industri cukup berkembang di kota ini terutama industri kimia dan logam. Sedangkan sektor pertanian masih menjanjikan bagi masyarakat setempat dimana sampai tahun 2007 luas areal persawahan yang masih dimiliki kota ini adalah 36.81 % dari total luas wilayahnya, dan sektor pertanian ini juga memberikan konstribusi paling besar yaitu sebesar 27.06 % dari total PDRB kota Pariaman. Kota Pariaman memiliki pantai landai dengan pesona yang indah, saat ini resort wisata telah dibenahi oleh pemerintah daerah setempat dalam usaha pengembangan sektor pariwisatanya. Salah satu objek wisata pantainya adalah pantai Gandoriah yang berlokasi di depan stasiun kereta api kota ini.

Masyarakat di kota Pariaman ini memiliki keunikan tersendiri dibandingkan etnis Minangkabau umumnya. Sebagai kawasan yang berada dalam struktur rantau, beberapa pengaruh terutama dari Aceh masih dapat ditelusuri sampai sekarang, diantaranya penamaan atau panggilan untuk seseorang di kawasan ini, misalnya ajo (lelaki dewasa, dengan maksud sama dengan kakak) atau cik uniang (perempuan dewasa, dengan maksud sama dengan kakak) sedangkan panggilan yang biasa digunakan di kawasan darek adalah uda (lelaki) dan uni (perempuan). Selain itu masih terdapat lagi beberapa panggilan yang hanya dikenal di kota ini seperti bagindo atau sidi (sebuah panggilan kehormatan buat orang tertentu).

Kemudian dalam tradisi perkawinan, masyarakat pada kota ini masih mengenal apa yang dinamakan Ba japuik atau Ba bali yaitu semacam tradisi dimana pihak mempelai wanita mesti menyediakan uang dengan jumlah tertentu yang digunakan untuk meminang mempelai prianya. Kota ini juga dikenal dengan pesta budaya tahunan tabuik[16][17][18] yang prosesi acaranya diselenggarakan mulai dari tanggal 1 Muharram sampai pada puncaknya tanggal 10 Muharram setiap tahunnya.

0 komentar:

Posting Komentar