Kabupaten Ponorogo adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten ini terletak di koordinat 111° 17’ - 111° 52’ BT dan 7° 49’ - 8° 20’ LS dengan ketinggian antara 92 sampai dengan 2.563 meter di atas permukaan laut dan memiliki luas wilayah 1.371,78 km²[5]. Kabupaten ini terletak di sebelah barat dari provinsi Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Tengah atau lebih tepatnya 200 km arah barat daya dari ibu kota provinsi Jawa Timur, Surabaya. Pada tahun 2010 berdasarkan hasil Sensus Penduduk, jumlah penduduk Kabupaten Ponorogo adalah 855.281 jiwa. Hari jadi Kabupaten Ponorogo diperingati setiap tanggal 11 Agustus, karena pada tanggal 11 Agustus 1496, Bathara Katong diwisuda/dinobatkan sebagai adipati pertama Kadipaten Ponorogo. Pada tahun 1837, Kadipaten Ponorogo pindah dari Kota Lama ke Kota Tengah menjadi Kabupaten Ponorogo. Semenjak tahun 1944 hingga sekarang Kabupaten Ponorogo sudah berganti kepemimpinan sebanyak 16 kali. Kabupaten Ponorogo dikenal dengan julukan Kota Reog atau Bumi Reog karena daerah ini merupakan daerah asal dari kesenian Reog. Ponorogo juga dikenal sebagai Kota Santri karena memiliki banyak pondok pesantren, salah satu yang terkenal adalah Pondok Modern Darussalam Gontor yang terletak di desa Gontor, kecamatan Mlarak.
Setiap tahun pada bulan Suro (Muharram), Kabupaten Ponorogo mengadakan suatu rangkaian acara berupa pesta rakyat yaitu Grebeg Suro. Pada pesta rakyat ini ditampilkan berbagai macam seni dan tradisi, di antaranya Festival Reog Nasional, Pawai Lintas Sejarah dan Kirab Pusaka, dan Larungan Risalah Doa di Telaga Ngebel.Ponorogo berasal dari dua kata yaitu pramana dan raga. Pramana berarti daya kekuatan, rahasia hidup, sedangkan raga berarti badan, jasmani. Kedua kata tersebut dapat ditafsirkan bahwa di balik badan manusia tersimpan suatu rahasia hidup (wadi) berupa olah batin yang mantap dan mapan berkaitan dengan pengendalian sifat-sifat amarah, aluwamah / lawamah, shufiah dan muthmainah. Manusia yang memiliki kemampuan olah batin yang mantap dan mapan akan menempatkan diri di manapun dan kapanpun berada. Namun ada pula yang menyebutkan bahwa pono berarti melihat dan rogo berarti badan, raga, atau diri. Sehingga arti Ponorogo adalah "melihat diri sendiri" atau dalam kata lain disebut "mawas diri".
Asal-usul nama Ponorogo bermula dari kesepakatan dalam musyawarah bersama Raden Bathoro Katong, Kyai Mirah, Selo Aji dan Joyodipo pada hari Jum'at saat bulan purnama, bertempat di tanah lapang dekat sebuah gumuk (wilayah katongan sekarang). Dalam musyawarah tersebut disepakati bahwa kota yang akan didirikan dinamakan Pramana Raga yang akhirnya berubah menjadi Ponorogo.
Menurut Babad Ponorogo, berdirinya Kabupaten Ponorogo dimulai setelah Raden Katong sampai di wilayah Wengker. Pada saat itu Wengker dipimpin oleh Suryo Ngalam yang dikenal sebagai Ki Ageng Kutu. Raden Katong lalu memilih tempat yang memenuhi syarat untuk pemukiman (yaitu di dusun Plampitan Kelurahan Setono Kecamatan Jenangan sekarang). Melalui situasi dan kondisi yang penuh dengan hambatan, tantangan, yang datang silih berganti, Raden Katong, Selo Aji, dan Ki Ageng Mirah beserta pengikutnya terus berupaya mendirikan pemukiman. Tahun 1482 – 1486 M, untuk mencapai tujuan menegakkan perjuangan dengan menyusun kekuatan, sedikit demi sedikit kesulitan tersebut dapat teratasi, pendekatan kekeluargaan dengan Ki Ageng Kutu dan seluruh pendukungnya ketika itu mulai membuahkan hasil. Dengan persiapan dalam rangka merintis kadipaten didukung semua pihak, Bathoro Katong (Raden Katong) dapat mendirikan Kadipaten Ponorogo pada akhir abad XV, dan ia menjadi adipati yang pertama.
Kadipaten Ponorogo berdiri pada tanggal 11 Agustus 1496, tanggal inilah yang kemudian di tetapkan sebagai hari jadi kota Ponorogo. Penetapan tanggal ini merupakan kajian mendalam atas dasar bukti peninggalan benda-benda purbakala berupa sepasang batu gilang yang terdapat di depan gapura kelima di kompleks makam Batara Katong dan juga mengacu pada buku Hand book of Oriental History. Pada batu gilang tersebut tertulis candrasengkala memet berupa gambar manusia yang bersemedi, pohon, burung garuda dan gajah. Candrasengkala memet ini menunjukkan angka tahun 1418 Saka atau tahun 1496 M. Sehingga dapat ditemukan hari wisuda Bathoro Katong sebagai Adipati Kadipaten Ponorogo yaitu hari Minggu Pon, tanggal 1 Besar 1418 Saka bertepatan tanggal 11 Agustus 1496 M atau 1 Dzulhijjah 901 H. Selanjutnya melalui seminar Hari Jadi Kabupaten Ponorogo yang diselenggarakan pada tanggal 30 April 1996 maka penetapan tanggal 11 Agustus sebagai Hari Jadi Kabupaten Ponorogo telah mendapat persetujuan DPRD Kabupaten Ponorogo. Sejak berdirinya Kadipaten Ponorogo dibawah pimpinan Raden Katong , tata pemerintahan menjadi stabil dan pada tahun 1837 Kadipaten Ponorogo pindah dari Kota Lama ke Kota Tengah menjadi Kabupaten Ponorogo hingga sekarang. Kabupaten Ponorogo, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Kota Ponorogo. Kabupaten Ponorogo terdiri atas 21 kecamatan, yang dibagi lagi atas 279 desa dan 26 kelurahan.
Setiap tahun pada bulan Suro (Muharram), Kabupaten Ponorogo mengadakan suatu rangkaian acara berupa pesta rakyat yaitu Grebeg Suro. Pada pesta rakyat ini ditampilkan berbagai macam seni dan tradisi, di antaranya Festival Reog Nasional, Pawai Lintas Sejarah dan Kirab Pusaka, dan Larungan Risalah Doa di Telaga Ngebel.Ponorogo berasal dari dua kata yaitu pramana dan raga. Pramana berarti daya kekuatan, rahasia hidup, sedangkan raga berarti badan, jasmani. Kedua kata tersebut dapat ditafsirkan bahwa di balik badan manusia tersimpan suatu rahasia hidup (wadi) berupa olah batin yang mantap dan mapan berkaitan dengan pengendalian sifat-sifat amarah, aluwamah / lawamah, shufiah dan muthmainah. Manusia yang memiliki kemampuan olah batin yang mantap dan mapan akan menempatkan diri di manapun dan kapanpun berada. Namun ada pula yang menyebutkan bahwa pono berarti melihat dan rogo berarti badan, raga, atau diri. Sehingga arti Ponorogo adalah "melihat diri sendiri" atau dalam kata lain disebut "mawas diri".
Asal-usul nama Ponorogo bermula dari kesepakatan dalam musyawarah bersama Raden Bathoro Katong, Kyai Mirah, Selo Aji dan Joyodipo pada hari Jum'at saat bulan purnama, bertempat di tanah lapang dekat sebuah gumuk (wilayah katongan sekarang). Dalam musyawarah tersebut disepakati bahwa kota yang akan didirikan dinamakan Pramana Raga yang akhirnya berubah menjadi Ponorogo.
Menurut Babad Ponorogo, berdirinya Kabupaten Ponorogo dimulai setelah Raden Katong sampai di wilayah Wengker. Pada saat itu Wengker dipimpin oleh Suryo Ngalam yang dikenal sebagai Ki Ageng Kutu. Raden Katong lalu memilih tempat yang memenuhi syarat untuk pemukiman (yaitu di dusun Plampitan Kelurahan Setono Kecamatan Jenangan sekarang). Melalui situasi dan kondisi yang penuh dengan hambatan, tantangan, yang datang silih berganti, Raden Katong, Selo Aji, dan Ki Ageng Mirah beserta pengikutnya terus berupaya mendirikan pemukiman. Tahun 1482 – 1486 M, untuk mencapai tujuan menegakkan perjuangan dengan menyusun kekuatan, sedikit demi sedikit kesulitan tersebut dapat teratasi, pendekatan kekeluargaan dengan Ki Ageng Kutu dan seluruh pendukungnya ketika itu mulai membuahkan hasil. Dengan persiapan dalam rangka merintis kadipaten didukung semua pihak, Bathoro Katong (Raden Katong) dapat mendirikan Kadipaten Ponorogo pada akhir abad XV, dan ia menjadi adipati yang pertama.
Kadipaten Ponorogo berdiri pada tanggal 11 Agustus 1496, tanggal inilah yang kemudian di tetapkan sebagai hari jadi kota Ponorogo. Penetapan tanggal ini merupakan kajian mendalam atas dasar bukti peninggalan benda-benda purbakala berupa sepasang batu gilang yang terdapat di depan gapura kelima di kompleks makam Batara Katong dan juga mengacu pada buku Hand book of Oriental History. Pada batu gilang tersebut tertulis candrasengkala memet berupa gambar manusia yang bersemedi, pohon, burung garuda dan gajah. Candrasengkala memet ini menunjukkan angka tahun 1418 Saka atau tahun 1496 M. Sehingga dapat ditemukan hari wisuda Bathoro Katong sebagai Adipati Kadipaten Ponorogo yaitu hari Minggu Pon, tanggal 1 Besar 1418 Saka bertepatan tanggal 11 Agustus 1496 M atau 1 Dzulhijjah 901 H. Selanjutnya melalui seminar Hari Jadi Kabupaten Ponorogo yang diselenggarakan pada tanggal 30 April 1996 maka penetapan tanggal 11 Agustus sebagai Hari Jadi Kabupaten Ponorogo telah mendapat persetujuan DPRD Kabupaten Ponorogo. Sejak berdirinya Kadipaten Ponorogo dibawah pimpinan Raden Katong , tata pemerintahan menjadi stabil dan pada tahun 1837 Kadipaten Ponorogo pindah dari Kota Lama ke Kota Tengah menjadi Kabupaten Ponorogo hingga sekarang. Kabupaten Ponorogo, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Kota Ponorogo. Kabupaten Ponorogo terdiri atas 21 kecamatan, yang dibagi lagi atas 279 desa dan 26 kelurahan.
Kabupaten Ponorogo mempunyai luas wilayah 1.371,78 km² dengan ketinggian antara 92 sampai dengan 2.563 meter di atas permukaan laut yang dibagi menjadi 2 sub-area, yaitu area dataran tinggi yang meliputi kecamatan Ngrayun, Sooko,Pulung, dan Ngebel sisanya merupakan area dataran rendah. Sungai yang melewati ada 14 sungai dengan panjang antara 4 sampai dengan 58 Km sebagai sumber irigasi bagi lahan pertanian dengan produksi padi maupun hortikultura. Sebagian besar dari luas yang ada terdiri dari area kehutanan dan lahan sawah sedang sisanya digunakan untuk tegal pekarangan Kabupaten Ponorogo mempunyai dua musim yaitu penghujan dan kemarau. Kabupaten Ponorogo memiliki iklim tropis yang mengalami dua musim, kemarau dan penghujan. Curah hujan paling tinggi terjadi pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli, Agustus, dan September. Suhu di Kabupaten Ponorogo sepanjang tahun relatif sama dengan suhu rata-rata tertinggi 32.2 °C dan suhu rata-rata terendah 23.9 °C. Kabupaten Ponorogo memiliki fasilitas perdagangan yang cukup lengkap, fasilitas tersebut berupa pasar dan pertokoan yang tersebar di seluruh wilayah. Pasar-pasar besar Kabupaten Ponorogo antara lain Pasar Legi Songgolangit di Kecamatan Ponorogo, Pasar Wage di Kecamatan Jetis, Pasar Pon di Kecamatan Jenangan dan pasar-pasar lain yang umumnya buka menurut hari dalam penanggalan Jawa. Di kabupaten ini juga terdapat pasar hewan terbesar di Karesidenan Madiun, yaitu Pasar Hewan Jetis yang buka setiap hari Pahing.
Selain menyediakan kebutuhan pokok sehari-hari, keberadaan pasar tersebut juga penting dalam rangka menunjang kegiatan sistem koleksi–distribusi terhadap barang-barang kebutuhan penduduk dan beberapa komoditi pertanian yang dihasilkan oleh Kabupaten Ponorogo. Sedangkan fasilitas perdagangan yang berupa pertokoan banyak berkembang di kabupaten ini terutama toko-toko swalayan. Produk domestik regional bruto (PDRB) tertinggi pada tahun 2007 adalah sektor pertanian dengan 28,77% dan terendah adalah Listrik dan Air Bersih dengan 1,87%.[13] Upah minimum regional (UMR) pada tahun 2007 adalah Rp.450.000 dan untuk tahun 2008 adalah Rp.500.000. Komoditas unggulan Kabupaten Ponorogo yaitu sektor perkebunan dan pertanian. Sektor perkebunan komoditas unggulannya adalah kakao, tebu, kopi, kelapa, cengkeh, dan jambu mete. Sektor Pertanian komoditas yang diunggulkan adalah tembakau.[15] Beberapa komoditas pertanian dan perkebunan lainnya adalah padi, ubi kayu, jagung, kacang kedelai, dan kacang tanah. Komoditas sektor perkebunan tahun 2009 menghasilkan tebu 12.985 ton, kelapa 3.915 ton, kopi 167 Ton.
Ketersediaan lahan perkebunan pada tahun 2011 yang sudah digunakan untuk cengkeh seluas 2876 Ha, jambu Mete seluas 1340 Ha, kakao seluas 1723 Ha, kelapa seluas 6108 Ha, kopi seluas 580 Ha, dan tebu seluas 2466 Ha. Menurut publikasi BPS jumlah penduduk di 21 kecamatan di Kabupaten Ponorogo pada Sensus penduduk tahun 2010 adalah 855.281 yang terdiri atas 427,592 pria dan 427,689 wanita[2] dengan rasio jenis kelamin (sex ratio) sebesar 99,97 yang berarti jumlah penduduk laki-laki hampir sama besarnya dengan jumlah penduduk perempuan. Rasio tertinggi terdapat di Kecamatan Mlarak yaitu sebesar 128 (setiap 100 perempuan terdapat 128 laki-laki) dan rasio terendah terdapat di Kecamatan Jetis yaitu sebesar 95 (setiap 100 perempuan terdapat 95 laki-laki). Kecamatan yang paling tinggi kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Ponorogo yaitu sebanyak 3.333 jiwa/km2 dan yang palig rendah adalah Kecamatan Pudak yaitu sebanyak 182 jiwa/km2. Agama yang dianut oleh penduduk kabupaten Ponorogo beragam. Menurut data dari Badan Pusat Statistik dalam Sensus Penduduk tahun 2010, penganut Islam berjumlah 839.127 jiwa (98,11%), Kristen berjumlah 2.864 jiwa (0,33%), Katolik berjumlah 2.268 jiwa (0,27%), Buddha berjumlah 261 jiwa (0,03%), Hindu berjumlah 82 jiwa (0,01%), Kong Hu Cu berjumlah 14 jiwa (0,002%), agama lainnya berjumlah 25 jiwa (0,003%), tidak terjawab dan tidak ditanyakan berjumlah 10.640 jiwa (1,24%).
Jumlah keseluruhan tempat peribadatan di Ponorogo pada tahun 2010 adalah sejumlah 4233 buah. Masjid berjumlah 1448 buah, Mushola berjumlah 2754 buah, Gereja Protestan berjumlah 21 buah, Gereja Katolik berjumlah 8 buah, dan Wihara berjumlah 2 buah. Ponorogo memiliki banyak sekali kesenian daerah, salah satu yang terkenal adalah Reog. Seni Reog merupakan rangkaian tarian yang terdiri dari tarian pembukaan dan tarian inti. Tarian pembukaan biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu yang disebut Bujang Ganong atau Ganongan. Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi di mana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan.
Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar. Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Namun adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Gajah-gajahan, salah satu kesenian di Ponorogo selain Reog. Selain Reog terdapat juga kesenian lain, yaitu Gajah-gajahan. Jenis kesenian ini mirip dengan hadroh atau samproh klasik, terutama alat-alat musiknya. Perbedaannya adalah terdapatnya sebuah patung gajah. Perbedaan lainnya adalah kesenian ini tidak memiliki pakem yang tetap mulai alat-alat musik, gerak tari, lagu, dan bentuk musiknya berubah seiring perkembangan zaman.
Kebudayaan dan adat-istiadat masyarakat Ponorogo dipengaruhi oleh kebudayaan dan adat-istiadat masyarakat Jawa Tengah. Beberapa budaya masyarakat Ponorogo adalah Larung Risalah Do'a, Grebeg Suro, dan Kirab pusaka. Masyarakat Ponorogo memiliki adat-istiadat yang sangat khas yaitu, becekan (suatu kegiatan dengan mendatangi dan memberikan bantuan berupa bahan makanan; beras, gula, dan sejenisnya kepada keluarga, tetangga atau kenalan yang memiliki hajat pernikahan atau khitanan) dan sejarah (silaturahim ke tetangga dan sanak saudara pada saat hari raya Idul Fitri yang biasanya dilakukan dengan mendatangi rumah orang yang berumur lebih tua). Setiap tanggal 1 Muharram (1 Suro), pemerintah Kabupaten Ponorogo menyelenggarakan Grebeg Suro. Dalam rangkaian perayaan Grebeg Suro ini diadakan Kirab Pusaka yang biasa diselenggarakan sehari sebelum tanggal 1 Muharram. Pusaka peninggalan pemimpin Ponorogo zaman dahulu,saat masih dalam masa Kerajaan Wengker, diarak bersama pawai pelajar dan pejabat pemerintahan di Kabupaten Ponorogo, dari makam Bathara Katong (pendiri Ponorogo) di daerah Pasar Pon sebagai kota lama, ke Pendapa Kabupaten. Pada malam harinya, di alun-alun kota, Festival Reog Nasional memasuki babak final. Esok paginya ada acara Larung Risalah Do'a di Telaga Ngebel, di mana nasi tumpeng dan kepala kerbau dilarung bersama do'a ke tengah-tengah telaga. Perayaan Grebeg Suro ini menjadi salah satu jadwal kalender wisata Jawa Timur. Obyek wisata budaya lainnya, yaitu Taman Rekreasi Singo Pitu, Pentas Wayang Kulit dan Reog Bulan Purnama.
Beberapa obyek wisata alam yang terdapat di Kabupaten Ponorogo yaitu, Telaga Ngebel Telaga Ngebel Telaga Ngebel adalah sebuah danau alami yang terletak di Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo. Kecamatan Ngebel terletak di lereng gunung Wilis. Telaga Ngebel terletak sekitar 30 km dari pusat kota Ponorogo dengan ketinggian 734 meter di atas permukaan laut. Keliling dari Telaga Ngebel sekitar 5 km dan suhu di telaga ini berkisar antara 20 - 26 derajat celcius. Taman Wisata Ngembag Taman Wisata Ngembag adalah taman wisata yang terletak di Kelurahan Ronowijayan Kecamatan Siman sekitar 3 km di sebelah timur dari pusat kota Ponorogo. Taman ini terdiri dari sumber air yang dilengkapi dengan taman bermain dan kolam renang anak. Sebelumnya Ngembag dikenal sebagai mata air yang tak terawat. Kemudian oleh Pemkab Ponorogo diubah sebagai taman kota yang dilengkapi dengan kolam renang anak dan juga beberapa permainan anak-anak. Air Terjun Pletuk Air Terjun Pletuk atau juga dikenal dengan nama Coban Temu adalah air terjun yang terletak di Dusun Kranggan, Desa Jurug, Kecamatan Sooko, sebelah tenggara dari pusat kota Ponorogo atau lebih tepatnya sebelah selatan dari Kecamatan Pulung. Air terjun ini memiliki ketinggian sekitar 30 m dan berada di atas ketinggian 450 meter di atas laut. Kawasan ini dikelilingi oleh perbukitan yang menjulang tinggi, dan ditumbuhi sejumlah tanaman.
Gunung Bayangkaki Gunung Bayangkaki adalah gunung yang tak aktif yang terletak di Ponorogo Jawa Timur, tepatnya di Desa Temon, Kecamatan Sawoo. Gunung Bayangkaki memiliki empat puncak, yakni Puncak Ijo (Gunung Ijo), Puncak Tuo (Gunung Tuo), Puncak Tumpak (Puncak Bayangkaki) dan Puncak Gentong (Gunung Gentong). Di balik indahnya alam dan kokohnya batu-batu besar yang menjulang, Bayangkaki memiliki berbagai keunikan dan masih diselimuti dengan mitos yang terus berkembang dalam masyarakat sampai sekarang. Salah satu mitos yang berkembang dalam masyarakat adalah ketika Puncak Gentong sudah terbakar tanpa sebab berarti musim penghujan akan segera tiba. Air Terjun Juruk Klenteng Air terjun Juruk Klenteng atau air terjun Tumpuk adalah air terjun yang terletak di Desa Tumpuk, Kecamatan Sawoo, Kabupaten Ponorogo. Air terjun ini berlokasi di perbatasan Ponorogo dan Trenggalek. Dinamakan air terjun Juruk Klenteng karena tempatnya yang menjuruk kedalam dihimpit dua tebing gunung bebatuan. Air terjun ini memiliki ketinggian sekitar 45 meter ini. Pada ujung bawah air terjun terdapat sendang yang airnya terlihat hijau yang disebut kedung. Menurut mitos, kedung atau lubuk tersebut adalah tembusan ke laut selatan.
Gua Lowo Penggalian situs arkeologi di Gua Lowo, Sampung pada tahun 1929 , Gua Lowo terletak di Kecamatan Sampung, sekitar 20 km dari pusat kota Ponorogo. Air terjun ini dinamakan Gua Lowo karena dihuni oleh banyak kelelawar. Kelelawar yang hidup di dalam gua ini bebas dan tidak mengganggu masyarakat setempat. Dalam gua ini juga ditemukan situs arkeologi yang memiliki nilai arkeologis tinggi. Lingkungan sekitar gua ini sangat alami dan dikelilingi oleh pepohonan dan batu-batuan. Hutan Wisata Kucur Hutan wisata Kucur atau taman wisata Kucur adalah hutan wisata yang terletak di Kecamatan Badegan, sekitar 20 km ke barat. Ada sumber air (kucur) di tengah hutan jati yang juga berfungsi sebagai taman nasional dan tempat perkemahan. Selain itu, karena lokasinya yang strategis, yang terletak di antara jalan Jawa Timur dan Jawa Tengah, taman wisata Kucur sering menjadi tempat beristirahat oleh siapa saja yang melakukan perjalanan.
Air Terjun Toyomerto Air terjun Toyomerto atau dikenal juga dengan sebutan air terjun Selorejo terletak di Dusun Toyomerto, Desa Pupus, Kecamatan Ngebel, sekitar 35 km dari pusat kota. Akses ke air terjun ini medannya cukup sulit, menanjak penuh kelok dengan kanan kiri tebing curam dan membutuhkan kerja eksta untuk menuju ke sana. Namun hal itu dapat membawa pengalaman yang berbeda bagi para petualang.[30] Air terjun ini terdiri dari 2 tingkat air dalam satu aliran yang jatuh dari tebing batu. Masing-masing tingkatan memiliki ketinggian 25 hingga 30 meter. Untuk tingkat pertama dikenal dengan nama Air Terjun Selorejo Atas dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat kedua. Untuk tingkat kedua dikenal dengan nama Air Terjun Selorejo Bawah. Pada Selorejo atas dindingnya dapat dipanjat. Di Kabupaten Ponorogo terdapat dua jenis obyek wisata religius, yaitu obyek wisata ziarah dan obyek wisata agama. Obyek wisata ziarah di antaranya adalah Makam Bathara Katong di desa Desa Setono Kecamatan Jenangan dan Makam Gondoloyo di desa Desa Tanjungsari Kecamatan Jenangan. Dan obyek wisata agama di antaranya adalah Mata Air Sendang Waluyo Jati yang merupakan tempat ibadah penganut Katolik, dengan sebuah Patung Maria di Desa Klepu Kecamatan Sooko dan Masjid Tegalsari yang dibangun abad XVII oleh Kyai Ageng Hasan Besari, berarsitektur Jawa dengan 36 tiang, serta kitab berusia 400 tahun yang ditulis Ronggo Warsito di Desa Tegalsari Kecamatan Jetis.
Ibukota kabupaten Ponorogo terletak 27 km sebelah selatan Kota Madiun, dan berada di jalur Madiun - Pacitan. Tranportasi yang sekarang banyak digunakan adalah kendaraan bermotor, baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Ada sebagian kecil menggunakan sepeda angin (sepeda onthel). Dahulu ada jalur kereta api Madiun -Ponorogo - Slahung tetapi sudah tidak berfungsi sejak tahun 1988. Masih ada kereta yang ditarik kuda (dokar) yang digunakan sebagai alat transportasi utama. Dokar biasa digunakan di daerah pedesaan, terutama untuk mengangkut pedagang yang hendak menuju pasar-pasar tradisional. Selain itu ada juga dokar yang khusus difungsikan sebagai kereta wisata, yang biasa digunakan untuk mengelilingi kota Ponorogo. Untuk menuju Kabupaten Ponorogo bisa menggunakan alat transportasi bus, sepeda roda dua maupun empat. Juga ada angkutan sejenis angkot yaitu Angkodes (angkutan pedesaan) yang merupakan salah satu transportasi umum yang ada di Kabupaten Ponorogo. Terminal utama Kabupaten Ponorogo adalah Terminal Seloaji yang terletak di sebelah utara Kabupaten Ponorogo yaitu di kecamatan Babadan. Beraneka jenis makanan khas tersedia di Ponorogo. Sate Ponorogo merupakan salah satu jenis sate yang berasal dari daerah Ponorogo. Sate Ponorogo berbeda dengan Sate Madura. Perbedaannya adalah pada cara memotong dagingnya. Dagingnya tidak dipotong menyerupai dadu seperti sate ayam pada umumnya, melainkan disayat tipis panjang menyerupai fillet, sehingga selain lebih empuk, lemak pada dagingnya pun bisa disisihkan. Ukuran sate Ponorogo relatif lebih besar dengan irisan memanjang. Karena ukuran yang memanjang ini, satu tusuk sate Ponorogo biasanya hanya berisi satu atau dua potong daging. Perbedaan berikutnya adalah sate Ponorogo melalui proses perendaman bumbu (dibacem) agar bumbu meresap ke dalam daging.
Selain sate, juga terdapat pecel Ponorogo. Perbedaan pecel Ponorogo dengan pecel di daerah lainnya adalah bumbu kacangnya kental dan pedas serta mempunyai unsur rasa yang khas dengan aroma yang kuat. Sayur-sayurannya lengkap, tauge yang dipakai bukan berasal dari kacang hijau tetapi dari kedelai. Biasanya dilengkapi dengan petai cina (lamtoro) dan mentimun yang diiris kecil-kecil. Pecel Ponorogo juga dilengkapi dengan rempeyek atau tempe goreng. Cara penyajiannya pun berbeda dengan pecel di daerah lain. Pecel ini disajikan dengan nasi lalu sayur dan disiram sambal, kemudian diberi sayur dan sambal lagi, lalu lalapan kemudian tempe goreng atau rempeyek. Terdapat juga minuman khas dari Ponorogo, yaitu dawet Jabung. Dawet jabung mirip dengan es cendol, namun cendol yang dipakai terbuat dari tepung aren dan tanpa bahan pewarna, sehingga warnanya alami. Kuah dawetnya terdiri dari santan kelapa muda yang ditambah dengan gula aren dan sedikit garam. Biasanya ditambahkan tape ketan dan irisan buah nangka. Dawet ini disajikan dalam mangkok kecil dan ditambah dengan es batu. Dinamakan dawet Jabung, karena asal dari dawet ini berasal dari desa Jabung salah satu desa di kecamatan Mlarak kabupaten Ponorogo.
Jajanan khas Ponorogo adalah jenang Mirah. Dinamakan jenang Mirah karena pembuat jenang ini adalah ibu Mirah. Jenang Mirah berasal dari desa Josari. Merupakan makanan khas ponorogo yang dibuat dari beras ketan, gula kelapa dan santan buah kelapa, tanpa bahan pengawet. Jenang Mirah termasuk makanan basah karena hanya tahan satu minggu, kecuali dimasukkan ke dalam lemari es. Jenang Mirah sangat mudah ditemui di toko oleh-oleh khas Ponorogo.[36][37] Selain jenang Mirah, Juga ada arak keling, yaitu jajanan khas dari desa Coper. Arak keling terbuat dari pati ketela pohon yang dicampur dengan telur lalu dibentuk seperti angka 8 dan digoreng sampai kering lalu diberi gula pasir yang direbus dahulu sampai kental hingga merata.
Selain sate, juga terdapat pecel Ponorogo. Perbedaan pecel Ponorogo dengan pecel di daerah lainnya adalah bumbu kacangnya kental dan pedas serta mempunyai unsur rasa yang khas dengan aroma yang kuat. Sayur-sayurannya lengkap, tauge yang dipakai bukan berasal dari kacang hijau tetapi dari kedelai. Biasanya dilengkapi dengan petai cina (lamtoro) dan mentimun yang diiris kecil-kecil. Pecel Ponorogo juga dilengkapi dengan rempeyek atau tempe goreng. Cara penyajiannya pun berbeda dengan pecel di daerah lain. Pecel ini disajikan dengan nasi lalu sayur dan disiram sambal, kemudian diberi sayur dan sambal lagi, lalu lalapan kemudian tempe goreng atau rempeyek. Terdapat juga minuman khas dari Ponorogo, yaitu dawet Jabung. Dawet jabung mirip dengan es cendol, namun cendol yang dipakai terbuat dari tepung aren dan tanpa bahan pewarna, sehingga warnanya alami. Kuah dawetnya terdiri dari santan kelapa muda yang ditambah dengan gula aren dan sedikit garam. Biasanya ditambahkan tape ketan dan irisan buah nangka. Dawet ini disajikan dalam mangkok kecil dan ditambah dengan es batu. Dinamakan dawet Jabung, karena asal dari dawet ini berasal dari desa Jabung salah satu desa di kecamatan Mlarak kabupaten Ponorogo.
Jajanan khas Ponorogo adalah jenang Mirah. Dinamakan jenang Mirah karena pembuat jenang ini adalah ibu Mirah. Jenang Mirah berasal dari desa Josari. Merupakan makanan khas ponorogo yang dibuat dari beras ketan, gula kelapa dan santan buah kelapa, tanpa bahan pengawet. Jenang Mirah termasuk makanan basah karena hanya tahan satu minggu, kecuali dimasukkan ke dalam lemari es. Jenang Mirah sangat mudah ditemui di toko oleh-oleh khas Ponorogo.[36][37] Selain jenang Mirah, Juga ada arak keling, yaitu jajanan khas dari desa Coper. Arak keling terbuat dari pati ketela pohon yang dicampur dengan telur lalu dibentuk seperti angka 8 dan digoreng sampai kering lalu diberi gula pasir yang direbus dahulu sampai kental hingga merata.
0 komentar:
Posting Komentar