Masjid An-Nur Pare adalah masjid yang terletak di Jalan Panglima Sudirman, Pare, Kediri. Masjid An-Nur Pare menjadi representasi penting untuk masyarakat setempat. Selain sebagai tempat ibadah, masjid yang dibangun pada tahun 1996 ini, juga merupakan pusat syiar Islam di Pare dan Kediri.Pembangunan masjid di tanah seluas sekitar 4 hektar ini sempat terhenti karena krisis moneter 1997, namun akhirnya berhasil diselesaikan dengan menelan biaya sekitar Rp 200 miliar. Biaya pembangunan itu sungguh besar untuk ukuran sebuah masjid, namun menjadi wajar bila ditengok dari bangunan masjid yang namanya diambil dari Kyai Nurwahid, pejuang Islam yang terkenal di Pare yang dimakamkan di Desa Tulung Rejo, Pare, Kediri.
Seperti kebanyakan masjid di Indonesia, arsitektur khas Jawa bisa dilihat pada bentuk atap masjid, yaitu atap tajug untuk bangunan induknya dan atap joglo untuk bangunan tempat masuk. Agar terkesan ekspresif, atap tajug dirancang berebentuk piramid di bagian atasnya, dengan kemiringan sudut yang dipertajam sedemikian rupa, sehingga diperoleh kesan atap yang menjulang ke langit. Bangunan beratap tajug dan joglo itu, konon, telah dikenal sejak masa Kerajaan Kahuripan dan Doho.
Dalam arsitektur tradisional Jawa, biasanya atap tajug atau joglo ditunjang 4 soko guru. Pada Masjid An-Nur, setiap soko guru itu digandakan menjadi empat soko guru. Keempat soko guru ini disatukan oleh balok pengikat yang saling bersilangan di tengah dengan arah miring ke atas dan bersatu di titik puncak persilangan. Pada titik inilah balok pendukung space frame yang digunakan untuk konstruksi atap itu bertumpu. Struktur space frame dipilih untuk kerangka atap bertujuan untuk memberi kesan ringan yang diekspresikan oleh rerangka space frame tersebut, yang sengaja tidak ditutup dengan plafond, sehingga kontras dengan kesan kokohnya susunan balok dan soko-soko guru pendukungnya.
Rancangan Masjid An-Nur ini diilhami oleh John Portman, arsitek asal Amerika Serikat. Salah satu elemen rumah yang paling menonjol adalah kolom-kolomnya. Kolom yang 'dibengkokkan' (exploded column), yang didalamnya dikosongkan dan difungsikan khususnya untuk sirkulasi antar ruang dan tangga yang menghubungkan lantai bawah dan lantai atas. Kolom yang 'dibengkokkan' inilah yang digunakan perancang untuk kolom-kolom masjid bagian luar, dengan tujuan untuk memberi proporsi yang sesuai dengan jarak kolom yang membentengi tiga traffee bagian luar. Selain itu juga memberikan tampilan yang kontras antara kolom lingkar yang kokoh dengan bidang dinding kaca lebar yang transparan di lantai satu. Bidang dinding kaca ini diperlukan untuk memberi kesan bebas pada para jamaah dari dalam masjid yang ingin melihat ke taman di luarnya.
Konsep arsitektur inilah yang mengantar Masjid An-Nur mendapat penghargaan Juara Pertama Sayembara Internasional untuk kategori Perancangan Arsitektural Masjid, termasuk pemanfaatan teknologi modern dalam arsitektur masjid. Penghargaan ini diberikan oleh Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia dalam rangka memperingati 100 tahun berdirinya Kerajaan Saudi, akhir Januari 1999 lalu.
Seperti kebanyakan masjid di Indonesia, arsitektur khas Jawa bisa dilihat pada bentuk atap masjid, yaitu atap tajug untuk bangunan induknya dan atap joglo untuk bangunan tempat masuk. Agar terkesan ekspresif, atap tajug dirancang berebentuk piramid di bagian atasnya, dengan kemiringan sudut yang dipertajam sedemikian rupa, sehingga diperoleh kesan atap yang menjulang ke langit. Bangunan beratap tajug dan joglo itu, konon, telah dikenal sejak masa Kerajaan Kahuripan dan Doho.
Dalam arsitektur tradisional Jawa, biasanya atap tajug atau joglo ditunjang 4 soko guru. Pada Masjid An-Nur, setiap soko guru itu digandakan menjadi empat soko guru. Keempat soko guru ini disatukan oleh balok pengikat yang saling bersilangan di tengah dengan arah miring ke atas dan bersatu di titik puncak persilangan. Pada titik inilah balok pendukung space frame yang digunakan untuk konstruksi atap itu bertumpu. Struktur space frame dipilih untuk kerangka atap bertujuan untuk memberi kesan ringan yang diekspresikan oleh rerangka space frame tersebut, yang sengaja tidak ditutup dengan plafond, sehingga kontras dengan kesan kokohnya susunan balok dan soko-soko guru pendukungnya.
Rancangan Masjid An-Nur ini diilhami oleh John Portman, arsitek asal Amerika Serikat. Salah satu elemen rumah yang paling menonjol adalah kolom-kolomnya. Kolom yang 'dibengkokkan' (exploded column), yang didalamnya dikosongkan dan difungsikan khususnya untuk sirkulasi antar ruang dan tangga yang menghubungkan lantai bawah dan lantai atas. Kolom yang 'dibengkokkan' inilah yang digunakan perancang untuk kolom-kolom masjid bagian luar, dengan tujuan untuk memberi proporsi yang sesuai dengan jarak kolom yang membentengi tiga traffee bagian luar. Selain itu juga memberikan tampilan yang kontras antara kolom lingkar yang kokoh dengan bidang dinding kaca lebar yang transparan di lantai satu. Bidang dinding kaca ini diperlukan untuk memberi kesan bebas pada para jamaah dari dalam masjid yang ingin melihat ke taman di luarnya.
Konsep arsitektur inilah yang mengantar Masjid An-Nur mendapat penghargaan Juara Pertama Sayembara Internasional untuk kategori Perancangan Arsitektural Masjid, termasuk pemanfaatan teknologi modern dalam arsitektur masjid. Penghargaan ini diberikan oleh Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia dalam rangka memperingati 100 tahun berdirinya Kerajaan Saudi, akhir Januari 1999 lalu.
0 komentar:
Posting Komentar