Rabu, 11 Desember 2013
Masjid At-Taqwa Cirebon
Masjid Raya at-Taqwa Kota Cirebon didirikan pada tahun 1918 di suatu kampung yang bernama Kejaksan, yang terdiri dari dua bagian, yang satu untuk dipergunakan sebagai Tajug Agung (Masjid At Taqwa sekarang) dan setengah bagian yang lain dipergunakan sebagai alun-alun (Alun-alun Kejaksan sekarang). Pada tahun ini juga Jalan RA. Kartini merupakan Jalan Kereta Api menuju ke Pelabuhan Cirebon yang kemudian dipindahkan ke Jalan KS Tubun.
Nama masjid Raya At-Taqwa Cirebon, semula sebenarnya adalah Tajug Agung[rujukan?], bangunannya sudah cukup lama dan tua, ruangannya terlalu kecil dan letaknya kurang menghadap kiblat, kemudian R. M. Arhatha, kepala Koordinator Urusan Agama Cirebon mempunyai gagasan untuk merenovasi Tajug Agung itu di tempat yang lama dengan mengambil nama Masjid At-Taqwa, karena sudah ada masjid agung yang terletak di kasepuhan yang sekarang menjadi Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Seolah-olah pada waktu itu tidak dibenarkan dua nama yang sama pada dua masjid yang letaknya masih dalam satu kota, yaitu Tajug Agung dan Masjid Agung.
Akhirnya pada tahun 1951 terwujudlah bangunan masjid tersebut dan diresmikan menjadi At Taqwa tahun 1963. Gaya arsitektur masjid yang mencirikan bangunan tropis dengan atap jurai serta dilengkapi dengan empat menara kecil (menaret) dan sebuah menara setinggi 65 meter. Namun kehadiran gerbang (gate) selebar 3 meter sebelum memasuki bangunan utama yang menjadi point of interest bangunan masjid memberi nilai tersendiri. Gerbang dengan warna emas yang menyolok bertuliskan kaligrafi dua kalimat syahadat yang terbuat dari bahan glass reinforced cement (GRC) di atas batu granit asli dari Brazil, mendominasi tampak muka (fasad) bangunan. Bingkai putih semakin menonjolkan warna emas gerbang.
Enam tiang penyangga lampu taman yang menghiasi jalan masuk menuju gerbang, seperti hendak menyambut ramah kedatangan tamu-tamu Allah. Seluruh lantai dan dinding masjid menggunakan batu granit, begitu juga tiang-tiang dalam mesjid. Tiang-tiang dihiasi dengan ornamen arsitektur Islam. Tidak seperti bangunan umumnya, bagian dinding tidak dilengkapi dengan jendela yang tertutup kaca. Jendela besar-besar yang ada dibiarkan terbuka untuk membiarkan aliran udara lancar keluar masuk masjid. Jendela hanya diberi teralis besi ditambah elemen estetika yang terbuat dari kuningan dengan pola arsiterktur Islam.
Keteduhan juga diupayakan untuk dihadirkan di arena luar masjid dengan menanam 10 pohon kurma di halaman samping masjid yang dekat dengan sisi jalan. Kehadiran dua kolam air mancur di sisi kanan dan kiri bagian depan mesjid, semakin melengkapi keindahannya.
Jumat, 31 Mei 2013
Masjid Al-Ikhlas Pekalongan
Sebagai salah satu masjid yang ada di Kramatsari, Masjid Al-Ikhlas
terletak pada jalur yang strategis karena berada di jalan transportasi
utama Kelurahan Kramatsari dan diapit oleh SMK Negeri 2 Pekalongan atau
STM Pembangunan dan beberapa sarana vital yang lainnya. Sehingga pada
siang hari lalu lintas di sini sangat padat dan bisa menimbulkan
kemacetan. Masjid Al-Ikhlas ini baru direnovasi beberapa tahun yang lalu
mengingat kondisi fisik masjid sangat tidak memadai dan menampung
jumlah jama'ah yang semakin banyak. Masjid ini sudah berdiri dengan 2
lantai dan terlihat megah. Masjid Al Ikhlas ini berada di Jalan Jetayu, Panjang Wetan, Pekalongan Utara, Pekalongan Jawa Tengah.
Masjid Agung Kebumen
Masjid Agung Kebumen berlokasi disebelah barat alun-alun Kebumen,
berdiri diatas tanah wakaf seluas 4.397 meter persegi, dengan wakifnya
Simbah K H Imanadi, Penghulu Landrat 1 (pertama) Kebumen, sekaligus
menjadi Imam Masjid tersebut. Masjid ini dibangun pada tahun 1838 M,
selang 4 tahun kemudian dibangun serambi masjid yakni pada tahun 1258 H /
1842 M
* Masjid Agung Kebumen, meskipun telah mengalami rehabilitasi dan
penambahan fasilitas serta sarana fisik lain, namun bangunan utama /
pokok Masjid baru mengalami pembangunan secara total pada tahun 2003 /
20o4 M, dibangun berlantai 2 namun arsitekturnya tidak berubah, khas
budaya Jawa-bentuk Joglo.
Keberadaan Masjid Agung Kauman Kebumen tidak bisa dilepaskan dari sosok
KH. Imanadi, putra Kyai Nurmadin atau Pangeran Nurudin bin Pangeran
abdurrahman alias Kyai Marbut Roworejo. Dialah pendiri Masjid Agung
Kebumen yang kini sudah berumur 176 tahun. Makam ulama yang diyakini
hidup antara tahun 1775-1850 M itu berada di Dusun Pesucen, Desa
Wonosari, Kebumen.
Belum ada referensi tertulis yang bisa dijadikan rujukan untuk
menyingkap sejarah berdirinya Maskid Agung Kauman Kebumen. Sumber yang
bisa dijadikan patokah adalah cerita lisan turun temurun, termasuk dari
keturunan K.H. Imanadi yang masih hidup.
K.H. Imanadi merupakan salah satu punggawa Pangeran Diponegoro yang gigih melawan penjajah. Dia diyakini sebagai seorang ahli Fiqih dan hukum ketatanegaraan. Adipati Arumbinang ke-IV yang menjadi penguasa Kebumen saat itu berkenan mengeluarkan K.H. Imanadi dari penjara karena menjadi tahanan politik Belanda. Arumbinang IV konon mendapat wangsit jika ingin kuat maka harus menemui dan bekerja sama dengan K.H. Imanadi. Bahkan K.H. Imanadi diangkat menjadi Penghulu Landrat atau Kepala Depag dan Pengadilan Agama pertama di Kebumen.
Salah satu keturunan ke-6 K.H. Imanadi, M. Sudjangi menuturkan, saat perang Diponegoro (1825-1830), K. H. Imanadi yang paling gigih menentang Belanda. Saat itu Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat telah dikuasai Belanda. Penjajah tersebut mengangkat adik Pangeran Diponegoro menjadi Hamengkubowono ke-IV (1814-1822 M). Padahal mestinya Pangeran Diponegoro yang berhak menjadi Sultan.
Kegigihan Imanadi yang pernah bermukim di Mekkah sekaligus menunaikan ibadah haji melanjutkan perjuangan ayahnya K. Nurmadin dan kakeknya Pangeran Abdurrahman atau K. Marbut. K. Marbut diyakini saudara kandung Pangeran Diponegoro yang juga putra kandung Hamengkubuwono ke-3.
Saat itu, Pangeran Abdurrahman diperimtah Keraton Ngayogyakarta untuk mencari kakak kandungnya yakni Kyai Mursid yang pergi entah kemana. Dia kontra dengan Keraton yang telah dikuasai Belanda. Singkat cerita, Pangeran Abdurrahman bertemu dengan Kyai Mursid di tempat lain yang sekarang dinamai desa Roworejo.
Masjid Agung Karanganyar
Masjid Agung Karanganyar merupakan salah satu bangunan yang teramat penting dalam kabupaten
karanganyar. Karena selain sebagai tempat ibadah bagi umat islam, masjid
ini juga dijadikan sebagai tempat pendidikan bagi siswa-siswi taman
kanak-kanak. Masjid yang cukup besar dan megah ini menjadi pusat atau
sentral bagi warga karanganyar dan warga pendatang dalam melakukan
aktivitas peribadatannya.
Masjid yang indah itu terletak di jantung kota karanganyar. Bersebelahan dengan dinas pendidikan dan kebudayaan kabupaten karanganyar. Terletak di pinggir jalan raya dan berdekatan dengan lapangan sepak bola juga markas kodim. Apabila kita masuk maka akan terasa tenang dan sejuk hati kita. Dengan ornamen-ornamen yang menghiasi dinding masjid yang menambah suasana menjadi hidup dan segar.
Masjid Agung Pemalang
Masjid Agung Pemalang ini Alamatnya berada di Jl Alun Alun Brt 5, Kebondalem, Pemalang Kota: Pemalang Jawa Tengan. Sebagai salah satu Masjid terbesar dan sekaligus masjid kebanggaan kota Pemalang, masjid ini mempunyai banyak nilai hostorikal sejarahnya.
Pemakaman Masjid Agung yang dijadikan sebagai tempat pemakaman para
mantan Bupati Pemalang di masa lalu, akan terus ditempati bupati-bupati
selanjutnya . Seperti HM Machroes SH juga telah mendapatkan haknya ,
berupa kaplingan untuk makam dari Yayasan Masjid Agung Pemalang untuk
ditempati suatu saat nanti. "Pemakaman Masjid Agung yang banyak makam -
makam bupti Pemalang telah disediakan untuk semua Bupati Pemalang yang
sekarang maupun yang akan datang.
Masjid Agung Pemalang ini terdapat sepuluh makam mantan Bupati Pemalang, yang memimpin
sejak tahun 1618 hingga 1934. Mereka adalah Kanjeng Tumenggung
Surengrono (1618-640), Raden Suro Manggolo (1668-1678), Kanjeng
Tumenggung Sumanegara (1829-1858), Kanjeng Raden Tumenggung Notonegoro
(1858-1859), Kanjeng Tumenggung Suro Adi Negara (1859-1862) Kanjeng
Tumenggung Suro Adi Kusumo (1862-1879), Kanjeng Raden Tumenggung
Reksonegoro (1879-1897), Kanjeng Adipati Suroningrat (1897-1906),
Kanjeng Adipati Ario Sudoro Suro Adi Kusumo (1918-1928), Raden
Tumenggung Raharjo Suro Adi Kusumo (1934-1941).
Selain itu juga terdapat makam ulama besar Mbah Nur Khalam yang merupakan pendiri Masjid Agung Pemalang dan dua tahun yang lalu ditemukan makam Syech Yasin di dekatnya.
Selain itu juga terdapat makam ulama besar Mbah Nur Khalam yang merupakan pendiri Masjid Agung Pemalang dan dua tahun yang lalu ditemukan makam Syech Yasin di dekatnya.
Minggu, 19 Mei 2013
Masjid Agung Brebes
Masjid Agung Brebes merupakan salah satu bangunan masjid tertua di wilayah pantura Kabupaten Brebes yang didirikan tahun 1836 masa pemerintahan Bupati Raden Adipati Ariya Singasari Panatayuda I (Kyai Sura) yang bangunan aslinya berarsitek jawa kuno, dengan kubah berbentuk limas.Terletak di Jl. Ustad Abbas No. 7.
sebelah barat alun-alun kota Brebes. Disamping fungsi utamanya sebagai tempat salat, tempat lokasi masjid yang strategis di jalur pantura sering digunakan juga untuk tempat istirahat bagi masyarakat yang melintas baik dari arah barat (Jakarta, Cirebon) maupun dari arah timur (Semarang, Surabaya).
Pada zaman pemerintahan Bupati Raden Adipati Ariya Sutirta Pringgahaditirta (Kanjeng Tirto - red) tahun 1932/ 1933, masjid ini diratakan dengan tanah dan dibangun kembali, dikarenakan sering tergenang banjir luapan kali / Sungai Pemali. Pembongkaran itu sesuai dengan prasasti yang terdapat di bangunan utama saat ini.Disebutkan, masjid itu dibangun kembali di atas tanah seluas 666 m2 dengan ditopang kayu jati pilihan dan fondasinya ditinggikan 1 meter. Meski sudah berulangkali mengalami perbaikan, bangunan utama Masjid Agung yang terletak di bagian depan masih terjaga keasliannya.
Bagian kubah masjid yang berbentuk limas dari dulu hingga kini menjadi tempat penyimpanan benda-benda pusaka daerah. Di antaranya, keris, tombak dan senapan zaman VOC. Namun dalam perkembangannya, beberapa benda pusaka itu ada yang dipindahkan ke museum di Semarang demi alasan keamanan.
Masjid Agung Brebes hingga kini sudah mengalami pemugaran tiga kali, yakni pada tahun 1933, tahun 1979 dan 2007. Namun, dalam perbaikan itu bangunan lama berbentuk joglo dan kubah limas tetap dipertahankan.
sebelah barat alun-alun kota Brebes. Disamping fungsi utamanya sebagai tempat salat, tempat lokasi masjid yang strategis di jalur pantura sering digunakan juga untuk tempat istirahat bagi masyarakat yang melintas baik dari arah barat (Jakarta, Cirebon) maupun dari arah timur (Semarang, Surabaya).
Pada zaman pemerintahan Bupati Raden Adipati Ariya Sutirta Pringgahaditirta (Kanjeng Tirto - red) tahun 1932/ 1933, masjid ini diratakan dengan tanah dan dibangun kembali, dikarenakan sering tergenang banjir luapan kali / Sungai Pemali. Pembongkaran itu sesuai dengan prasasti yang terdapat di bangunan utama saat ini.Disebutkan, masjid itu dibangun kembali di atas tanah seluas 666 m2 dengan ditopang kayu jati pilihan dan fondasinya ditinggikan 1 meter. Meski sudah berulangkali mengalami perbaikan, bangunan utama Masjid Agung yang terletak di bagian depan masih terjaga keasliannya.
Bagian kubah masjid yang berbentuk limas dari dulu hingga kini menjadi tempat penyimpanan benda-benda pusaka daerah. Di antaranya, keris, tombak dan senapan zaman VOC. Namun dalam perkembangannya, beberapa benda pusaka itu ada yang dipindahkan ke museum di Semarang demi alasan keamanan.
Masjid Agung Brebes hingga kini sudah mengalami pemugaran tiga kali, yakni pada tahun 1933, tahun 1979 dan 2007. Namun, dalam perbaikan itu bangunan lama berbentuk joglo dan kubah limas tetap dipertahankan.
Masjid Agung Purbalingga
Masjid kebanggaan masyarakat Purbalingga ini diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah dan dipugar oleh Bupati Purbalingga, Drs. Triyono Budi Sasongko, MSi. Dengan arsitektur yang mengadopsi Masjid Nabawi di Madinah dan berdaya tampung hingga ± 2500 orang, masjid ini digunakan oleh masyarakat Purbalingga dan sekitarnya untuk Sholat berjamaah juga kegiatan lainnya seperti berbagai pengajian, bazaar hingga tempat pelaksanaan akad nikah. Berada di jantung kota Purbalingga, rancangan masjid yang megah ini merefleksikan sisi religius masyarakat Purbalingga.
Masjid Raya Al Muttaquun prambanan
Masjid Raya Al Muttaquun prambanan berada di Jl. Jogja – Solo Jawa Tengah. Dua buah kubah kecil kembar berdiri di masing-masing ujung bagian depan masjid. Sementara kubah yang besar berbentuk limas ada di tengahnya.
Melangkah kaki ke pelataran masjid ini, terlihat dua buah batu prasasti peresmian masjid ini. Yang pertama yaitu prasasti peletakkan batu pertama pembangunan masjid dan islamic center Asy Syaikh Jasim bin Muhammad Alitsani, yang dilakukan oleh Hidayat Nur Wahid selaku ketua Yayasan Masjid Al Muttaquun, Menag Maftuh Basuni dan imam masjid Nabawi, Syaikh Sholeh al Budair.
Melangkah kaki ke pelataran masjid ini, terlihat dua buah batu prasasti peresmian masjid ini. Yang pertama yaitu prasasti peletakkan batu pertama pembangunan masjid dan islamic center Asy Syaikh Jasim bin Muhammad Alitsani, yang dilakukan oleh Hidayat Nur Wahid selaku ketua Yayasan Masjid Al Muttaquun, Menag Maftuh Basuni dan imam masjid Nabawi, Syaikh Sholeh al Budair.
Arsitektur Timur Tengah dan Jawa nampak jelas berpadu di sana menciptakan harmoni keindahan. Sementara yang kedua merupakan prasasti peresmian Masjid Raya Al Muttaquun dan Islamic Centernya pada 13 Maret 2009 oleh Ketua MPR kala itu Hidayat Nur Wahid serta Mendagri kala itu Mardiyanto. Dari luar, terlihat bahwa masjid ini memiliki tiga lantai. Lantai dasar sepertinya difungsikan sebagai Islamic Center, lantai satu digunakan sebagai ruang sholat utama serta lantai dua di ruang sholat utama digunakan untuk sholat juga.
Langganan:
Postingan (Atom)