Masjid Agung Baiturrahim berdiri sezaman dengan pembangunan Provinsi Gorontalo. Masjid ini didirikan bersamaan dengan perpindahan ibukota Gorontalo dari Dungingi ke Kota Gorontalo. Pembangunan masjid dilakukan ketika Provinsi Gorontalo, yang kala itu masih berbentuk kerajaan, diperintah oleh Paduka Raja Botutihe (Kepala Pemerintahan Batato Lo Hulondalo atau Kerajaan Gorontalo) pada Kamis, 6 Syakban 1140 Hijriah atau 18 Maret 1728 Masehi. Sejarah berdirinya Masjid Agung Baiturrahim bertalian erat dengan sejarah pemerintahan adat di wilayah Gorontalo. Menurut data sejarah, Masjid Agung Baiturrahim didirikan di pusat Kerajaan Gorontalo atau disebut Batato. Daerah ini meliputi Yiladiya (Rumah Raja), Bantayo Poboide (Balairung/Balai Musyawarah), Loji (rumah kediaman Apitaluwu atau Pejabat Keamanan Kerajaan), dan Bele Biya/Bele Tolotuhu (rumah pejabat kerajaan).
Pada awalnya, Masjid Agung Baiturrahim dibangun dengan bahan baku yang terbuat dari kayu. Pada tahun 1175 H atau bertepatan dengan tahun 1761 M, Raja Unonongo melakukan renovasi dengan mengganti tiang-tiang masjid yang semula terbuat dari kayu dengan bangunan berfondasi. Selain itu, dinding masjid yang semula terbuat dari kayu diganti dengan dinding batu setebal sekitar 0,8 meter. Sejarah mencatat bahwa Masjid Agung Baiturrahim juga sempat rusak parah akibat terkena gempa bumi pada 1938. Kala itu, bangunan masjid dianggap tak layak untuk dijadikan tempat ibadah sehingga para jamaah terpaksa beribadah di bangunan darurat yang berada di dekat masjid. Keadaan tersebut berlangsung selama 8 tahun (1938-1946). Akhirnya pada 1947 dilakukan pembangunan kembali Masjid Agung Baiturrahim oleh Abdullah Usman, Pimpinan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga atau kala itu disebut BOW (Burgerlijk Operture Walken).
Selain renovasi-renovasi tersebut di atas, Masjid Agung Baiturrahim juga mengalami beberapa perubahan, baik bentuk fisik maupun kepengurusan (takmir) masjid. Perubahan-perubahan tersebut, antara lain pada tahun 1964, masjid ini mengalami perluasan dengan penambahan serambi pada bagian utara dan barat di bawah kepanitiaan yang dipimpin oleh T. Niode; tahun 1969 dibentuk panitia pelaksana harian masjid yang dipimpin oleh H. Yusuf Polapa, kemudian K.O. Naki, B.A. dan A. Naue, sekaligus pimpinan ibadah oleh Kadi Abas Rauf; pada 1982 dilakukan penambahan ruangan untuk jamaah wanita pada bagian selatan oleh Drs. H. Hasan Abas Nusi, Walikota Kotamadya Gorontalo.
Pada tahun 1988 dilakukan penataan pagar dan halaman oleh Drs. Ahmad Najamuddin, Walikota Kotamadya KDH Tingkat II Gorontalo; pada 1996 dilakukan penataan sumur bor sebagai tempat pengambilan air wudhu dan pendirian menara masjid oleh Drs. H. Ahmad Arbie, Walikota Kotamadya Tingkat II Gorontalo; dan terakhir pada 1999, ketika Gorontalo dipimpin oleh Drs. H. Medi Botutihe, dilakukan pemugaran total Masjid Agung Baiturahim yang menghabiskan dana sekitar Rp. 3 Milyar. Usai dipugar, Masjid Agung Baiturrahim diresmikan oleh Presiden Baharuddin Jusuf Habibie di Istana Merdeka, pada 3 Rajab 1420 H atau bertepatan dengan hari Rabu, 13 Oktober 1999.Masjid Agung Baiturrahim hingga saat ini ditahbiskan sebagai masjid terbesar se-Kota Gorontalo. Selain terbesar, masjid ini juga merupakan masjid tertua di wilayah Kota Gorontalo. Masjid ini didirikan bersamaan dengan pembangunan Kota Gorontalo yang dipindahkan dari Dungingi ke Kota Gorontalo oleh Paduka Raja Botutihe (Kepala Pemerintahan Batato Lo Hulondalo atau Kerajaan Gorontalo) pada Kamis, 6 Syakban 1140 Hijriah atau 18 Maret 1728 Masehi.
Status sebagai masjid tertua membuat bangunan ini layak dijadikan sebagai obyek kajian bagi Anda yang ingin berwisata sekaligus belajar atau sekadar mengenal tentang sejarah Gorontalo. Perpaduan arsitektur antara timur tengah dan budaya asli Gorontalo membuat masjid ini cukup unik sebagai tempat wisata religi. Selain itu, predikat sebagai masjid tertua tampaknya tidak terkesan di tempat ini. Pasalnya bangunan masjid adalah bangunan modern yang terlihat megah dan anggun sekaligus cukup mencolok karena berada tepat di jantung ibukota Provinsi Gorontalo. Masjid Agung Baiturrahim terletak di pusat Kota Gorontalo, Provinsi GorontaloAkses menuju Masjid Agung Baiturrahim sangat mudah karena lokasi masjid ini berada tepat di jantung Kota Gorontalo. Dari berbagai tempat, misalnya bandar udara, pelabuhan, hingga terminal bus, lokasi Masjid Agung Baiturrahim sangat mudah dijangkau, baik menggunakan mobil pribadi maupun angkutan umum, semisal becak motor (bentor).
Pada awalnya, Masjid Agung Baiturrahim dibangun dengan bahan baku yang terbuat dari kayu. Pada tahun 1175 H atau bertepatan dengan tahun 1761 M, Raja Unonongo melakukan renovasi dengan mengganti tiang-tiang masjid yang semula terbuat dari kayu dengan bangunan berfondasi. Selain itu, dinding masjid yang semula terbuat dari kayu diganti dengan dinding batu setebal sekitar 0,8 meter. Sejarah mencatat bahwa Masjid Agung Baiturrahim juga sempat rusak parah akibat terkena gempa bumi pada 1938. Kala itu, bangunan masjid dianggap tak layak untuk dijadikan tempat ibadah sehingga para jamaah terpaksa beribadah di bangunan darurat yang berada di dekat masjid. Keadaan tersebut berlangsung selama 8 tahun (1938-1946). Akhirnya pada 1947 dilakukan pembangunan kembali Masjid Agung Baiturrahim oleh Abdullah Usman, Pimpinan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga atau kala itu disebut BOW (Burgerlijk Operture Walken).
Selain renovasi-renovasi tersebut di atas, Masjid Agung Baiturrahim juga mengalami beberapa perubahan, baik bentuk fisik maupun kepengurusan (takmir) masjid. Perubahan-perubahan tersebut, antara lain pada tahun 1964, masjid ini mengalami perluasan dengan penambahan serambi pada bagian utara dan barat di bawah kepanitiaan yang dipimpin oleh T. Niode; tahun 1969 dibentuk panitia pelaksana harian masjid yang dipimpin oleh H. Yusuf Polapa, kemudian K.O. Naki, B.A. dan A. Naue, sekaligus pimpinan ibadah oleh Kadi Abas Rauf; pada 1982 dilakukan penambahan ruangan untuk jamaah wanita pada bagian selatan oleh Drs. H. Hasan Abas Nusi, Walikota Kotamadya Gorontalo.
Pada tahun 1988 dilakukan penataan pagar dan halaman oleh Drs. Ahmad Najamuddin, Walikota Kotamadya KDH Tingkat II Gorontalo; pada 1996 dilakukan penataan sumur bor sebagai tempat pengambilan air wudhu dan pendirian menara masjid oleh Drs. H. Ahmad Arbie, Walikota Kotamadya Tingkat II Gorontalo; dan terakhir pada 1999, ketika Gorontalo dipimpin oleh Drs. H. Medi Botutihe, dilakukan pemugaran total Masjid Agung Baiturahim yang menghabiskan dana sekitar Rp. 3 Milyar. Usai dipugar, Masjid Agung Baiturrahim diresmikan oleh Presiden Baharuddin Jusuf Habibie di Istana Merdeka, pada 3 Rajab 1420 H atau bertepatan dengan hari Rabu, 13 Oktober 1999.Masjid Agung Baiturrahim hingga saat ini ditahbiskan sebagai masjid terbesar se-Kota Gorontalo. Selain terbesar, masjid ini juga merupakan masjid tertua di wilayah Kota Gorontalo. Masjid ini didirikan bersamaan dengan pembangunan Kota Gorontalo yang dipindahkan dari Dungingi ke Kota Gorontalo oleh Paduka Raja Botutihe (Kepala Pemerintahan Batato Lo Hulondalo atau Kerajaan Gorontalo) pada Kamis, 6 Syakban 1140 Hijriah atau 18 Maret 1728 Masehi.
Status sebagai masjid tertua membuat bangunan ini layak dijadikan sebagai obyek kajian bagi Anda yang ingin berwisata sekaligus belajar atau sekadar mengenal tentang sejarah Gorontalo. Perpaduan arsitektur antara timur tengah dan budaya asli Gorontalo membuat masjid ini cukup unik sebagai tempat wisata religi. Selain itu, predikat sebagai masjid tertua tampaknya tidak terkesan di tempat ini. Pasalnya bangunan masjid adalah bangunan modern yang terlihat megah dan anggun sekaligus cukup mencolok karena berada tepat di jantung ibukota Provinsi Gorontalo. Masjid Agung Baiturrahim terletak di pusat Kota Gorontalo, Provinsi GorontaloAkses menuju Masjid Agung Baiturrahim sangat mudah karena lokasi masjid ini berada tepat di jantung Kota Gorontalo. Dari berbagai tempat, misalnya bandar udara, pelabuhan, hingga terminal bus, lokasi Masjid Agung Baiturrahim sangat mudah dijangkau, baik menggunakan mobil pribadi maupun angkutan umum, semisal becak motor (bentor).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar