Pages

Kamis, 14 Februari 2013

Masjid Agung Al-Falah Kyai Mojo

 
Masjid Agung Al-Falah Kyai Mojo merupakan masjid peninggalan Kyai Mojo dan para pengikutnya yang dibuang oleh Belanda ke Tondano pada akhir tahun 1829, menjelang berakhirnya Perang Jawa. Masjid Agung Al-Falah Kyai Mojo terletak di Kelurahan Jawa Tondano, Kecamatan Tondano Utara, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, sekitar 1 km sebelum lokasi Makam Kyai Mojo.Saat dibangun pada sekitar tahun 1854, bangunan asli Masjid Agung Al-Falah Kyai Mojo masih berbentuk mushola sederhana dengan dinding terbuat dari bambu dan beratap rumbia. 
 
Pemugaran Masjid Agung Al-Falah Kyai Mojo dilakukan pada 1864, dipimpin Raden Syarif Abdullah bin Umar Assegaf yang dibuang Belanda ke Kampung Jaton bersama rombongannya pada tahun 1860. Selanjutnya Masjid Agung Al-Falah Kyai Mojo mengalami renovasi pada 1974, 1981, dan 1994.Masjid Agung Al-Falah Kyai Mojo yang bergaya Joglo, menyerupai bentuk bangunan Masjid Agung Demak di Jawa Tengah. Dari puncak menara Masjid Agung Al-Falah Kyai Mojo ini pengunjung bisa melihat seluruh perkampungan Jawa Tondano dan desa-desa di sekitarnya, serta sebagian dari Danau Tondano.Ruang utama Masjid Agung Al-Falah Kyai Mojo dilihat dari pintu masuk bagian depan, dengan empat soko guru atau pilar kayu setinggi 18 meter yang menyangga bangunan atapnya. Masjid Agung Al-Falah Kyai Mojo memiliki pintu samping di sebelah kanan dan kiri ruangan utama masjid. Mimbar terbuat dari kayu berukir halus bertuliskan ayat-ayat Al-Quran yang konon ditoreh oleh para kyai.


Ornamen indah pada salah satu umpak soko guru Masjid Agung Al-Falah Kyai Mojo. Bagian dalam atap Masjid Agung Al-Falah Kyai Mojo yang sepenuhnya terbuat dari kayu yang ditata dengan rapi dan sangat artistik. Ukiran halus bercitarasa tinggi ditoreh di kayu bersilang lengkung yang berada di bagian tengah. Lampu gantung dengan 38 titik lampu melingkar berkomposisi 14-12-8-4 mempercantik ruang dalam Masjid Agung Al-Falah Kyai Mojo ini.Masjid Agung Al-Falah Kyai Mojo berdiri dengan anggun di Perkampungan Jawa Tondano yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dimana mereka hidup tentram dan damai di tengah-tengah permukiman masyarakat Minahasa di sekitarnya yang mayoritas beragama Kristen. Sudah seharusnya kepercayaan dan agama membawa kebaikan, kedamaian, ketenteraman, dan kemajuan bagi diri dan lingkungan sekitarnya.(aroengbinang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar