Pages

Jumat, 30 Desember 2011

Kabupaten Dharmasraya








Kabupaten Dharmasraya adalah salah satu kabupaten di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Pada kawasan ini dahulunya pernah berdiri sebuah Kerajaan Melayu dengan nama ibukotanya Dharmasraya. Pulau Punjung juga merupakan ibu kota dari kabupaten Dharmasraya. Nama kabupaten ini diambil dari manuskrip yang terdapat pada prasasti Padang Roco[3], dimana pada prasasti itu disebutkan Dharmasraya sebagai ibukota dari kerajaan Melayu waktu itu. Kerajaan ini muncul setelah kejatuhan kerajaan Sriwijaya di abad 13-14, dimana daerah kekuasaan kerajaan ini merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Sriwijaya sebelumnya, yaitu mulai dari semenanjung malaya hingga Sumatera. Hal ini dapat dibuktikan dari Prasasti Grahi di Chaiya, selatan Thailand serta catatan dalam naskah Cina yang berjudul Zhufan Zhi (???) karya Zhao Rugua tahun 1225.

Dan kemudian kerajaan ini menjadi bahagian dari kerajaan Singhasari, sebagaimana yang terpahat pada prasasti Padang Roco[5][6]. Selain itu nama Dharmasraya juga disebutkan dalam catatan sejarah kerajaan Majapahit, Nagarakretagama[7] sebagai salah satu daerah jajahannya. Kabupaten Dharmasraya ini merupakan salah satu dari 3 kabupaten baru hasil pemekaran kabupaten Sawahlunto/Sijunjung sebelumnya, yang dibentuk berdasarkan Undang-undang nomor 38 tahun 2003 tentang pembentukan kabupaten Dharmasraya, kabupaten Solok Selatan dan kabupaten Pasaman Barat di provinsi Sumatera Barat, dan diresmikan pada tanggal 7 Januari 2004.

Secara geografi kabupaten Dharmasraya berada di ujung tenggara provinsi Sumatera Barat, dengan topografi daerah bervariasi antara berbukit, bergelombang dan datar dengan variasi ketinggian dari 100 m - 1.500 m diatas permukaan laut. Sebagian besar jenis tanah di kabupaten Dharmasraya berjenis Podzolik Merah Kuning (PMK), dengan penggunaan lahan yang didominasi untuk peruntukan hutan hujan tropik seluas 133.186 Ha (44,98 %) dan lahan perkebunan seluas 118.803 Ha (40,12 %) sedangkan untuk penggunaan lain sebesar (14.90 %). Suhu udara di kabupaten ini berkisar antara 21 °C – 33 °C dengan rata-rata hari hujan 14.35 hari per bulan dan rata-rata curah hujan 265,36 mm per bulan . Aktifitas pemerintah daerah kabupaten Dharmasraya secara resmi setelah dilantiknya Penjabat Bupati Dharmasraya pada tanggal 10 Januari 2004 dan sejak tanggal 12 Agustus 2005 kabupaten Dharmasraya telah memiliki Bupati definitif hasil Pilkada secara langsung, yaitu H. Marlon Martua Dt. Rangkayo Mulie, SE dan Ir. Tugimin sebagai wakilnya. Dalam pilkada tahun 2010 terpilih Bupati baru Dharmasraya H. Adi Gunawan, MM dan H. Syafruddin R sebagai wakilnya.

umlah penduduk kabupaten Dharmasraya berdasarkan sensus tahun 2010 sebanyak 191.277 jiwa dengan rasio jenis kelamin 98.46. Sedangkan jumlah angkatan kerja 80.911 orang dengan jumlah pengangguran 5.360 orang.[2] Konsentrasi penduduk terbesar tinggal di kecamatan Koto Baru dan Sungai Rumbai. Sepertiga penduduk kabupaten ini merupakan transmigran dari berbagai daerah di pulau Jawa, yang semula dipindahkan untuk memanfaatkan ladang tidur yang terhampar luas di kabupaten ini sekaligus membuka lapangan kerja baru. Proses transmigrasi ini terjadi antara tahun 1976 hingga 2002, dan pusat transmigrasi berada di Kecamatan Sitiung.

Meski hampir 32% penduduknya berasal dari etnis Jawa, namun hubungan dengan etnis Minangkabau tetap berjalan baik, dan nyaris tidak ada konflik antar kedua kelompok.
Kabupaten Dharmasraya berkembang sebagai salah satu penghasil kelapa sawit atau buah pasir menurut istilah setempat. Disamping itu, kabupaten ini juga merupakan produsen berbagai jenis tanaman keras lainnya, seperti kulit manis, karet, kelapa, gambir, kopi, coklat, cengkeh dan pinang. Lahan perkebunan di sana lebih didominasi karet dan sawit. Penghasil kelapa sawit paling banyak di kabupaten ini adalah kecamatan Sungai Rumbai.

Selain itu terdapat potensi tambang yang hingga detik ini belum tergarap, yakni Batu bara, batu kapur, pasir kuarsa, emas, lempung kuarsit dan sebagainya. Kabupaten ini masih baru dan masih dalam tahap mengembangkan diri dengan membuka peluang investasi seluas-luasnya. Ditunjang dengan posisi strategisnya di Sumatera (dilintasi Jalur Lintas Tengah Sumatera sepanjang 100 km), maka Dharmasraya cepat menjadi kawasan yang maju dan tumbuh sebagai wilayah perdagangan dan jasa. (Sumber: Kompas dan sumber lainnya). Perekonomian di Kabupaten Dharmasraya sampai dengan tahun 2006 selalu menunjukkan perkembangan yang cukup berarti. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai PDRB Kabupaten Dharmasraya baik atas dasar harga berlaku maupun harga konstan 2000 yang terus mengalami peningkatan. Nilai PDRB Kabupaten Dharmasraya atas dasar harga berlaku pada tahun 2006 tercatat sebesar 1,513 triliun rupiah sedangkan atas dasar harga konstan tahun 2000 maka pada tahun 2006 tercatat sebesar 899,308 milyar rupiah.

Dengan membandingkan nilai PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000, sampai dengan tahun 2006 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dharmasraya selalu menunjukkan kecenderungan yang selalu meningkat. Pada tahun 2006 tercatat pertumbuhan ekonomi sebesar 6,27% dimana pada tahun 2005 tercatat sebesar 5,46%. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai Kabupaten Dharmasraya pada tahun 2006 relatif lebih pesat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi yang dicapai pada tahun 2005, dimana pada tahun 2005 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dharmasraya hanya mengalami pertumbuhan sebesar 5,46 persen. Secara nominal, nilai PDRB Kabupaten Dharmasraya menurut harga berlaku tahun 2006 tercatat sebesar 1,51 triliun rupiah, yang berarti mengalami peningkatan sebesar 17,28 persen dibandingkan dengan nilai PDRB Kabupaten Dharmasraya tahun 2005. Sedangkan secara riil perekonomian Kabupaten Dharmasraya yang ditunjukkan oleh nilai PDRB berdasarkan harga konstan tahun 2000 mencapai 899,31 milyar rupiah tahun 2006 yang berarti mengalami peningkatan dari tahun 2005 sebesar 6,27 persen, dimana pada tahun 2005 nilai PDRB mencapai 802,39 milyar rupiah.

PDRB atau PRB per kapita atas dasar harga berlaku adalah salah satu indikator untuk menunjukkan tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk suatu daerah. PDRB Perkapita merupakan hasil bagi antara nilai nominal PDRB dengan jumlah Penduduk pertengahan tahun sebanyak 170.440 jiwa.  PDRB Regional Perkapita menunjukkan perkiraan rata-rata pendapatan penduduk suatu daerah yang merupakan PDRB dikurangi penyusutan dan pajak tak langsung netto, dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.  Kondisi PDRB Perkapita maupun Pendapatan Regional Perkapita untuk Tahun 2006 di Kabupaten Dharmasraya mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2006 tercatat kenaikan pendapatan perkapita penduduk Kabupaten Dharmasraya mencapai 13,75 persen dengan nilai 8,9 juta rupiah per orang per tahun, terlihat lebih tinggi dari perkapita tahun 2005 yakni hanya 7,8 juta per orang per tahun.

Sedangkan PDRB Regional Perkapita juga mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2005 tercatat sebesar 7,4 juta rupiah dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 8,4 juta rupiah atau mengalami peningkatan sebesar 13,75 persen. Perkembangan sektor-sektor ekonomi produktif baik dalam skala besar maupun skala rumah tangga juga menjadi salah satu faktor pendorong meningkatnya nilai Perkapita maupun Pendapatan Regional Perkapita untuk Tahun 2006 di Kabupaten Dharmasraya. Meningkatkan daya saing usaha dengan berkembangnya usaha-usaha produktif disetiap sektor ekonomi yang didukung oleh keberadaan sarana dan parasarana penunjang juga salah satu faktor yang mampu meningkatkan pendapatan perkapita Kabupaten Dharmasraya.

Jumat, 23 Desember 2011

Kabupaten Sijunjung










Kabupaten Sijunjung, sebelumnya disebut Sawahlunto Sijunjung, adalah salah satu kabupaten yang terletak di provinsi Sumatera Barat, Indonesia, dengan Ibu kotanya berada di Muaro Sijunjung. Kabupaten ini sebelum tahun 2004 merupakan kabupaten terluas ketiga di Sumatera Barat, namun sejak dimekarkan (yang menghasilkan Kabupaten Dharmasraya), Kabupaten Sijunjung menjadi kabupaten tersempit kedua di provinsi Sumatera Barat. Kondisi dan topografi kabupaten Sijunjung bervariasi pada setiap wilayah antara bukit, bergelombang dan dataran. Beberapa kecamatan berada pada lahan curam dan sangat curam (daerah berbukit), yaitu di kecamatan Tanjung Gadang, kecamatan Sijunjung, kecamatan Sumpur Kudus dan kecamatan Lubuk Tarok dengan kemiringan antara 15 - 40 % dan > 40%.

Hanya sebagian kecil wilayah Kabupaten Sijunjung yang dikategorikan sebagai dataran. Secara Topografi Kabupaten Sijunjung merupakan rangkaian Bukit Barisan yang memanjang dan arah barat laut - tenggara. Morpologi daerah dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu terjal pada bagian barat dan timur, dataran dibagian tengah dan perbukitan landai yang terletak diantaranya. Ditinjau dari ketinggian, dominasi wilayah Kabupaten Sijunjung berada pada ketinggian terendah antara 120 - 130 m diatas permukaan laut dan tertinggi antara 550 – 930 m.

Kabupaten Sijunjung secara keseluruhan berada pada ketinggian terendah dan tertinggi sekitar 100 meter sampai 1500 meter dari permukaan laut. Kondisi iklim di Kabupaten Sijunjung tergolong pada tipe tropis basah dengan musim hujan dan kemarau yang silih berganti sepanjang tahun. Keadaan iklimnya adalah temperatur dengan suhu minimum 21 °C dan suhu maksimurn 37 °C. Rata-rata curah hujan berdasarkan 6 titik tempat pemantauan 13,61 mm/hari untuk tiap bulannya.

Jumat, 16 Desember 2011

Kota Painan kabupaten Pesisir Selatan



























 
 
Kota Painan adalah sebuah kota administratif yang juga merupakan ibu kota dari kabupaten Pesisir Selatan, di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Secara administratif, kota Painan masuk kedalam wilayah kecamatan IV Jurai, dan kota ini dilintasi oleh Jalan Raya Lintas Sumatera bagian Barat.Kota Painan diapit oleh dua aliran sungai yaitu Sungai Batang Pinang Gadang dan Sungai Batang Pinang Ketek. Sungai ini berasal dari Timbulun yang mempunyai air terjun sebanyak tujuh tingkat. Melalui Timbulun ini kota Painan dapat dilalui ke Alahan Panjang. Aliran sungai ini bermuara ke pantai Carocok dan pantai Muaro Painan. Dan keduanya menuju ke Teluk Painan yang sangat tenang karena diapit juga oleh Bukit Langkisau dan pincuran boga.

Di Teluk Painan terdapat sebuah pulau bernama Batu Kereta yang apabila pasang surut akan menyatu dengan daratan Painan. Batu Kereta dinamai seperti itu karena konon di puncaknya terdapat sebuah batu yang mirip sepeda (kereta dalam bahasa setempat). Berjarak sekitar 800 meter dari Pulau Batu Kereta terdapat sebuah pulau kecil bernama Pulau Cingkuak,yang hanya dihuni oleh seorang penjaga. Di pulau ini terdapat sisa-sisa sebuah benteng peninggalan Belanda. Pulau ini selain sering digunakan sebagai tempat memancing, juga menjadi obyek wisata favorit.

Agak jauh dari Pulau Cingkuak, sekitar 30 menit menggunakan speedboat, terdapat pulau Aur kecil dan Pulau Aur besar. Sayang, Pulau Aur besar tidak bisa dikunjungi, karena konon katanya di pulau ini berdiam sekelompok kera ganas. Sekitar 30 menit naik speedboat dari Pulau Aur terdapat Pulau Penyu. Di pulau ini terdapat penangkaran penyu dan juga tempat penyu bertelur. Di Pulau ini pula terdapat benteng Portugis.
Menurut penuturan orang tua-tua di Painan dan sekitarnya, nama Painan berasal dari kata 'paik' (pahit) dan 'nian' (sangat, amat, sekali) yang maksudnya 'pahit sekali' (pahitnya kehidupan di daerah Painan yang umumnya terdiri dari rawa-rawa. Ucapan 'paik nian' itu merupakan ucapan dari orang-orang selatan Pesisir Selatan yang merantau ke Painan, ditandai dari kata 'nian' (sebuah kosakata yang biasa diucapkan oleh selatan dan melayu.

Pada tahun 1523 di Painan sudah berdiri sebuah surau, lembaga pendidikan agama di Minangkabau. Pada abad 16 ini pula, Pulau Cingkuk di Painan menjadi pelabuhan kapal international yang berjaya sebagai pelabuhan emas Salido. Pada tahun 1660, Belanda pernah berkeinginan untuk memindahkan kantor perwakilan mereka dari Aceh ke Kota Padang dengan alasan lokasi dan udara yang lebih baik namun keinginan ini ditolak oleh penguasa kota Padang hingga akhirnya mereka berkantor di Salido. Perjanjian Painan pada tahun 1663 yang diprakarsai oleh Groenewegen yang membuka pintu bagi Belanda untuk mendirikan loji di kota Padang, selain kantor perwakilan mereka di Tiku dan Pariaman. Dengan alasan keamaman kantor perwakilan di kota Padang dipindahkan ke pulau Cingkuk hingga pada tahun 1667 dipindahkan lagi ke kota Padang. Bangunan itu terbakaDi Pesisir selatan dikenal rendang lokan (sebangsa kerang hijau) bercangkang hitam. Lokan banyak terdapat dimuara sungai Indrapura dengan kedalaman ± 16 m'. Saat pengambilan Lokan penyelam tidak memakai alat bantu sama sekali.

Pesisir Selatan memiliki panorama alam yang cukup cantik dan mempesona. Kawasan Mandeh misalnya, sekarang kawasaan wisata ini oleh pemerintah pusat masuk dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional (RIPPNAS) mewakili kawasan barat Indonesia. Kawasan wisata potensial lainnya adalah Jembatan Akar, Water Pall Bayang Sani, Cerocok Beach Painan, Bukit Langkisau, Nyiur Melambai serta sejumlah objek wisata sejarah, seperti Pulau Cingkuak (Cengco), Peninggalan Kerajaan Inderapura dan Rumah Gadang Mandeh Rubiah Lunang. Bila semua potensi pariwisata Pesisir Selatan tersebut dapat diekelola secara profesional tentu akan jadi sumber PAD andalan daerah di masa mendatang. Untuk itu pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan membuka diri selebar lebarnya kepada investor yang berminat menanamkan modatnya di daerah ini. Di Pesisir Selatan banyak terdapat objek wisata baik objek wisata alam maupun wisata sejarah dan budaya . Semenjak zaman Syekh Burhanuddin di Ulakan, Pariaman, dakwah Islam sudah menyebar di seantero Pesisir Selatan. Tak lama sesudah berdirinya sebuah surau di Painan oleh seorang Ulama bernama Burhanuddin, berdiri pula sebuah surau di Puluikpuluik, Bayang yang diprakarsai oleh Syekh Buyung Muda asal Puluikpuluik, rekan sesama murid Syekh Abdurrauf asal Aceh.

Begitu pula dengan berubahnya Kerajaan Inderapura menjadi Kesultanan Inderapura berkat usaha para ulama di Inderapura, telah menjadikan kesultanan ini sebagai pusat pengembangan dakwah Islam di bumi Inderapura dan sekitarnya. Di Balai Selasa dan Salido sudah berdiri Sekolah Tinggi Agama Islam swasta dalam rangka memenuhi tuntutan pendidikan agama Islam di kabupaten ini.  Ulama yang termasyhur diantaranya adalah Syekh Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi atau dikenal dengan gelar Syekh Bayang, kelahiran 1864 dan wafat 1923 dan Haji Ilyas Ya'kub, seorang ulama dan pahlawan nasional dari Pesisir Selatan. pada tahun 1669 dan dibangun kembali setahun kemudian. Sebagian besar penduduk Pesisir Selatan bergantung pada sektor pertanian tanaman pangan, perikanan dan perdangan. Sementara sumber daya potensial lainnya adalah pertambangan, perkebunan dan pariwisata.

Sektor perkebunan terutama perkebunan sawit mulai berkembang pesat sejak sepuluh tahun terakhir, yang berlokasi di Kecamatan Pancung Soal, Basa Ampek Balai dan Lunang Silaut. Melibatkan beberapa investor nasional dengan pola perkebunan inti dan plasma. Sebuah industri pengota minyak sawit CPO kini sudah berdiri di Kec. Pancung Soal, dengan kapasitas produksi sebesar 4.000 ton per hari.

Kota Batusangkar Kabupaten Tanah Datar






























Kabupaten Tanah Datar merupakan salah satu kabupaten yang berada dalam provinsi Sumatera Barat, Indonesia, dengan ibukota Batusangkar 0°27'12?S 100°35'38?E. Kabupaten ini merupakan kabupaten terkecil untuk luas wilayahnya, yaitu 133.600 Ha (1.336 Km2), dengan jumlah penduduknya berdasarkan sensus pada tahun 2006 adalah 345.383 jiwa yang terbagi atas 14 kecamatan, 75 nagari, dan 395 jorong. Kabupaten Tanah Datar merupakan daerah agraris, lebih 70% penduduknya bekerja pada sektor pertanian, baik pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan maupun peternakan. Kabupaten Tanah Datar merupakan Tujuh Kabupaten Terbaik di Indonesia dari 400 kabupaten yang ada. Penghargaan ini diberikan pada tahun 2003 oleh Lembaga International Partnership dan Kedutaan Inggris. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menobatkan kabupaten Tanah Datar sebagai satu dari empat daerah paling berprestasi dan berhasil melaksanakan otonomi daerah.

Luhak Nan Tuo, nama lain dari kabupaten Tanah Datar, saat ini di kabupaten Tanah Datar masih banyak terdapat peninggalan sejarah seperti prasasti atau batu bersurat terutama peninggalan zaman Adityawarman.Secara geografis wilayah kabupaten Tanah Datar terletak di tengah-tengah provinsi Sumatera Barat, yaitu pada 00º17" LS - 00º39" LS dan 100º19" BT – 100º51" BT[3] . Ketinggian rata-rata 400 sampai 1000 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Tanah Datar merupakan daerah pertanian, hal ini terlihat dari dominasi sektor pertanian dalam perekonomian wilayah, penyerapan tenaga kerja dan pemanfaatan lahan. Lokasi pertanian tersebar merata di seluruh wilayah dan produksinya terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini membutuhkan jaringan jalan sebagai pendukung aktivitas sektor pertanian tersebut mulai dari kegiatan produksi, pasca panen dan pemasaran. Sementara itu kondisi jaringan jalan yang ada belum dapat mendukung sepenuhnya aktivitas pertanian tersebut, hal ini terlihat dari masih banyaknya ruas jalan yang lebarnya belum memenuhi syarat, kondisi permukaan jalan yang rusak dan masih banyak ruas jalan yang melalui lokasi pertanian belum dapat dilalui kendaraan roda dua sekalipun, dengan mengatasi penanganan jaringan jalan ini, maka tentunya aktifitas sektor pertanian akan lebih ekonomis sehingga dengan sendirinya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat dan sekaligus akan meningkatkan pengembangan wilayah dari kabupaten Tanah Datar itu sendiri.

Pada saat ini pembangunan jalan di kabupaten Tanah Datar pada dasarnya hanya berupa memperbaiki kualitas jalan, sementara pembukaan jalan baru dipandang masih belum memungkinkan karena terkendala oleh keterbatasan dana. Selama tahun 2007 jumlah jembatan di kabupaten Tanah Datar sebanyak 238 buah dengan panjang 2.019,60 km. Jumlah jembatan yang paling banyak terdapat di kecamatan Tanjung Emas sebanyak 33 buah dengan panjang 383,20 km. Kabupaten Tanah Datar adalah daerah agraris, lebih 70% penduduknya bekerja pada sektor pertanian, baik pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan maupun peternakan. Begitu juga dengan usaha masyarakat pada sektor lain juga berbasis pertanian seperti pariwisata dan industri kecil atau agro industri. Masyarakat Tanah Datar juga dikenal gemar menabung dengan total dana tabungan masyarakat sebesar Rp. 223 Milyar tahun 2004.

Pontensi ekonomi kabupaten Tanah Datar dapat dikatagorikan atas tiga katagori yaitu: Sangat Potensial, Potensial dan Tidak Potensial. Untuk sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah ubi kayu, kubis, karet, tebu, peternakan sapi potong, peternakan kuda, peternakan kambing potong, budidaya ayam ras pedaging, ayam bukan ras, budidaya itik dan budidaya ikan air tawar. Sektor lain yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah industri konstruksi bangunan sipil, pedagang eceran makanan olahan hasil bumi, usaha warung telekomunikasi, pedagang cinderamata dan wisata sejarah. Kabupaten Tanah Datar yang potensial untuk hampir semua sektor pertanian kecuali cengkeh, tembakau, bayam dan merica. Sedangkan untuk sektor pertambangan yang potensial dikembangkan adalah galian kapur dan sirtu.Industri di Kabupaten Tanah Datar didominasi oleh industri kecil seperti tenunan pandai sikek yang terdapat di kecamatan Sepuluh Koto, kopi bubuk, kerupuk ubi, kerupuk kulit, anyaman lidi, gula aren, gula tebu. Sektor industri besar berupa peternakan ulat sutera oleh PT. Sutera Krida. Pada tahun 2004 nilai investasi sektor industri kecil di kabupaten Tanah Datar mencapai Rp. 7 milyar dengan nilai produksi sebesar Rp. 60 milyar.

Luhak Nan Tuo, nama lain dari Kabupaten Tanah Datar. Masyarakat Minangkabau meyakini bahwa asal usul orang Minangkabau dari Kabupaten Tanah Datar, tepatnya dari Dusun Tuo Pariangan, Kecamatan Pariangan. Banyak bukti yang masih terdapat di kabupaten Tanah Datar ini seperti Sawah Satampang Baniah, Lurah Nan Indak Barangin, Galundi Nan Baselo dan Kuburan Panjang Datuk Tantejo Gurhano yang dikenal sebagai arsitek rumah gadang. Kemudian dari Luhak Tanah Datar inilah kemudian orang Minangkabau berkembang dan berpindah ke daerah lain seperti Luhak 50 kota dan Luhak Agam.

Di Kabupaten Tanah Datar saat ini masih banyak terdapat peninggalan sejarah adat Minangkabau tersebut, baik berupa benda maupun tatanan budaya adat Minangkabau. Ikrar “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” ini disebut juga dengan Sumpah Satie yang juga di Tanah Datar dilahirkan, yaitu tempatnya di Bukit Marapalam Puncak Pato, Kecamatan Lintau Buo Utara.  Kabupaten Tanah Datar sebagai tempat asal mula suku Minangkabau banyak sekali memiliki tempat sejarah. Industri wisata di kabupaten Tanah Datar ini sangat potensial untuk dikembangkan. Tempat wisata sejarah yang terdapat di kabupaten Tanah Datar ini antara lain Istana Pagaruyung, Balairuang Sari, Puncak Pato, Prasasti Adityawarman, Batu Angkek-angkek, Rumah Gadang Balimbing, Kincir Air, Batu Basurek, Nagari Tuo Pariangan, Fort van der Capellen, Batu Batikam dan Ustano Rajo.Sedangkan untuk wisata alam dan budaya di kabupaten Tanah Datar adalah Lembah Anai, Panorama Tabek Pateh, Danau Singkarak Bukit Batu Patah dan Ngalau Pangian.